Taksi yang dikemudikan Mardi dilengkapi atribut resmi, seperti kartu identitas sopir dan pelat kuning. Hanya saja, argo taksi ini tidak menyala.
Mardi mengaku sudah menjadi sopir taksi sejak tahun 1985. Untuk masuk ke dalam area Pasar Senen, ia harus membayar retribusi Rp 35.000-Rp 50.000 per hari kepada salah satu oknum.
Namun, ia enggan menceritakan lebih detail siapa oknum yang menarik retribusi itu.
"Makanya, kalau enggak pake harga tembak, sopir bisa merugi. Karena dalam sehari paling banyak kami cuma dapat dua penumpang. Bisa sampai dapat tiga penumpang saja itu sudah luar biasa rasanya," tutur Mardi.
Sulaeman (41), sopir Koperasi Taksi, menilai patokan harga tanpa argo yang ditawarkan kepada pelanggan itu wajar.
Pasalnya, harga sudah termasuk biaya parkir di dalam stasiun yang harganya Rp 5.000 per jam. Untuk mengantre mendapatkan penumpang, satu taksi bisa mengantre 4-5 jam.
"Untuk daerah tujuan luar kota yang memakan waktu lumayan banyak untuk sampai di lokasi, harga segitu wajar. Kalau emang niat buat naik taksi, penumpang juga boleh menawar harganya," ujarnya.
Lempar tanggung jawab
Saat dikonfirmasi soal tarikan retribusi di luar biaya parkir, Wakil Kepala Stasiun Pasar Senen Arief Nugroho mengatakan, pengelolaan area parkir merupakan tanggung jawab dari PT Reska Multi Usaha.
Pengelola Stasiun Pasar Senen bertanggung jawab atas semua hal yang terjadi di dalam stasiun.
Koordinator Area Parkir Pasar Senen dari PT Reska Multi Usaha Nana Setiana membantah pihaknya menarik retribusi lain di luar biaya parkir.
Pengelola parkir hanya menerima uang parkir resmi Rp 4.000 per jam untuk mobil dan Rp 2.000 per jam untuk motor.
Bahkan, pihaknya melarang sopir taksi antre menarik penumpang di area stasiun saat waktu padat keberangkatan atau kedatangan kereta api.
Pukul 08.00-24.00, taksi hanya boleh masuk area stasiun untuk menurunkan penumpang atau menjemput penumpang yang telah memesan sebelumnya.
"Jika ada taksi yang bandel, pihak keamanan stasiun akan bertindak," kata Nana.