JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai penerapan three in one tidak efektif dalam mengurai kemacetan.
Ia mengaku sudah lama ingin menghapus sistem tersebut. Selain itu, kata dia, dari hari ke hari, semakin banyak penyimpangan yang terjadi dalam penerapan three in one di Jakarta.
Ahok mencontohkan kasus pemberdayaan anak di bawah umur untuk menjadi joki three in one.
Ia pun menginstruksikan uji coba penghapusan three in one selama sepekan mulai April 2016.
Rencana Ahok untuk menghapus three in one ini ditentang sejumlah kalangan, di antaranya kepolisian dan para joki three in one.
(Baca juga: Polisi: "Three in One" Masih Dibutuhkan untuk Mengurangi Kemacetan).
Menurut pihak kepolisian, penerapan three in one masih sangat dibutuhkan dalam mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta selagi belum adanya solusi yang lebih efektif.
Sebab, menurut polisi, pada jam sibuk, yakni pagi dan sore hari, kemacetan di Jakarta akan semakin parah jika peraturan itu dihapus.
"Menurut kami, sampai saat ini masih dibutuhkan (peraturan three in one), karena pada jam sibuk keluar semua (kendaraan), itu akan memperparah kemacetan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes M. Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Rabu (30/3/2016).
Tumpuan hidup
Bagi para joki three in one, sistem ini seolah menjadi tempat mereka untuk menggantungkan hidup.
Maryati (50), seorang joki three in one, meminta agar Ahok mengurungkan niatnya untuk menghapus sistem tersebut. (Baca juga: Suka Duka Menjadi Joki "Three In One" di Jakarta).
Setelah suaminya meninggal 3 tahun lalu, Maryati membiayai kedua anaknya dari hasil menjadi joki three in one.
"Jangan dihapus kalau bisa. Nanti saya mau cari duit dari mana? Anak-anak masih butuh buat makan sama sekolah," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com di kawasan SCBD, Jakarta.
Warga Slipi, Jakarta Barat tersebut mengaku sudah menjadi joki selama tiga tahun. Saat menjadi joki, ia pun turut membawa anak kandungnya yang berusia 8 tahun dan 4 tahun.
Maryati menuturkan, dalam sehari, dia rata-rata bisa membawa uang Rp 125.000. Dalam sebulan, rata-rata penghasilan Maryati dengan menjadi joki bisa mencapai Rp 2,5 juta.
Selama menjadi joki, ibu dari dua anak ini mengaku pernah terjaring razia Dinas Sosial, tepatnya saat Lebaran 2015 lalu.