Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Walhi: Suap terhadap Anggota DPRD demi Legalkan Aturan yang Diterbitkan Ahok

Kompas.com - 12/04/2016, 08:42 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Daerah (DD) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) DKI Jakarta, Moestaqim Dahlan, mengatakan izin reklamasi pulau di Teluk Jakarta yang dikeluarkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta berstatus ilegal.

Menurut dia, Keputusan Presiden Nomor Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta sebagai acuan Pemprov DKI Jakarta hanya mengatur reklamasi daratan bukan laut.

"Setelah itu terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Kawasan Jabodetabekpunjur termasuk Kepulauan Seribu, masuk ke dalam Kawasan Strategis Nasional, jadi Keppres Nomor 52 Tahun 1995 sudah dianulir," kata Moestaqim dalam acara Aiman yang ditayangkan Kompas TV, Senin (11/4/2016) malam.

Berdasarkan serangkaian aturan itu, kata dia, pemberian izin reklamasi pulau berada di pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dengan demikian,  Keputusan Gubernur Nomor Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), yang dikeluarkan Ahok tidak dapat dibenarkan.

"Izin reklamasi yang dikeluarkan Ahok ilegal dan tidak sah. Dia melawan aturan yang ada di atasnya, karena aturan itu mengatur Kawasan Strategis Nasional di Jakarta merupakan wewenang Pemerintah Pusat," kata Moestaqim.

Ada tiga syarat penerbitan izin reklamasi pulau, yakni izin prinsip, izin lingkungan, dan tersedianya kajian lingkungan strategis. Tak hanya itu, Peraturan Daerah (Perda) Zonasi juga sudah harus tersedia sebelum penerbitan izin reklamasi.

"Perdanya saja belum ada. Kalau sekarang yang dilakukan reklamasi lautan terutama di Pulau G, itu tidak diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, jadi aturan yang dikeluarkan Ahok tahun 2014 itu ilegal," kata Moestaqim.

Ia menambahkan, pembahasan raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta dipaksa demi melegalkan izin reklamasi yang telah dikeluarkan Ahok tersebut.

Menurut dia, itulah konteks dugaan suap terhadap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi oleh Presiden Direktur PT APLN Ariesman Widjaja.

Atas dugaan terjadinya suap itu, kedua orang tersebut ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Karena apa (menyuap)? Ini mencoba melegalkan apa yang dikeluarkan Ahok, maka dipaksakanlah pembahasan Raperda ini. Sampai lima kali paripurna gagal, dipaksakan, dan akhirnya jadi suap," kata Moestaqim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com