Air laut coklat
Tak hanya sampah, Teluk Jakarta juga memiliki masalah lain. Keberadaan sampah dan lumpur yang terbawa membuat air Teluk Jakarta berwarna coklat. Sepanjang mata memandang di Teluk Jakarta, hanya ada air laut coklat.
Sesekali, pemandangan semakin terusik ketika sampah hanyut di sekitar. Namun, di sekitar Teluk Jakarta, atau tepatnya dekat pulau reklamasi, terkadang ada beberapa ikan kecil berenang dan melompat.
Kalur mengungkapkan, masih ada ikan di sekitar pulau reklamasi dengan jumlah tak banyak. Padahal, di tempat pulau buatan itu dulu surga nelayan mencari ikan.
Berbagai ikan pun ada di Teluk Jakarta, mulai dari ikan sangge, ikan sembilang, ikan kakap, ikan guro, hingga ikan barracuda.
Nelayan hanya perlu melempar jaring atau pancing, dalam waktu tiga jam maka satu hingga dua kuintal ikan langsung bisa dibawa pulang ke darat. Kini, nelayan harus pergi beberapa mil dari pulau reklamasi untuk sekadar mencari ikan.
Saat Kompas.com mengelilingi Pulau G, beberapa kali bertemu dengan para nelayan tradisional yang pulang melaut. Mereka datang dari arah timur dan menuju Kali Adem, Muara Angke.
Terkontaminasi
Anggota Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Kuat, mengakui bahwa Teluk Jakarta sudah terkontaminasi. Namun, kontaminasi tersebut dengan kadar rendah.
Ikan yang ditangkap nelayan pun dijamin dapat dikonsumsi. Sebab, hingga saat ini tak ada konsumen yang teracuni dan berakibat fatal seusai memakan ikan hasil tangkapan nelayan di Teluk Jakarta.
"Memang sedikit terkontaminasi, tapi harus cari solusi," kata Kuat.
Reklamasi pulau dianggap bukan sebagai solusi. Sebab, amdal pulau buatan itu pun tak jelas dan merusak ekosistem di sekitar.
Salah satu yang dianggap parah yakni soal pendangkalan laut. Efek pendangkalan laut pun kian terasa oleh nelayan lantaran perahunya kerap tersangkut atau terjebak di dekat pulau.
Pemerintah diharapkan untuk tegas terhadap reklamasi. Pembangunan pulau buatan itu dianggap bukan solusi masalah lingkungan di Teluk Jakarta yang rusak.