Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tepi Kali, demi Bertahan di Jakarta

Kompas.com - 29/04/2016, 15:00 WIB

Sumia (60), salah satu warga bantaran Kali Apuran, sudah puluhan tahun tinggal di lokasi tersebut. Ia datang dari Bogor, Jawa Barat.

Awal merantau ke Jakarta, dia bekerja sebagai buruh cuci-gosok. Ia juga pernah bekerja di sebuah pabrik di Kapuk. Setelah itu, ia menikah dengan pekerja harian lepas yang bertugas membersihkan kali dari sampah.

Ia dan suaminya lalu membuat bedeng sederhana di pinggir kali. Saat itu, kawasan sekeliling bedeng adalah kebun tebu yang lebat. Kini, kawasan itu padat dengan rumah penduduk.

Ia mengenang, dulu air sungai itu masih bisa dipakai mandi dan mencuci. "Dulu, air kami pakai untuk mandi, buang air besar, dan cuci karena airnya masih agak jernih. Setelah banyak pendatang, airnya makin lama makin tercemar," tuturnya.

Di lokasi lain, yakni di bantaran Kanal Banjir Barat di kawasan Angke, Tambora, Jakarta Barat, juga bermunculan permukiman padat penduduk yang dihuni perantau dan pekerja kelas rendah. Mereka rata-rata bekerja sebagai pedagang makanan keliling, buruh pabrik, buruh bangunan, atau membuka usaha warung kecil-kecilan.

Mereka sebagian besar adalah perantau dari Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Mereka memilih rumah atau kontrakan di pinggir kali karena harga yang murah. Harga kontrakan semipermanen di pinggir kali itu Rp 100.000-Rp 400.000 per bulan.

Makin berat

Peneliti antropologi Universitas Indonesia, Haryono, mengatakan, konsistensi pemerintah menertibkan hunian di bantaran kali sangat dibutuhkan. Ketika sekarang pemerintah baru mulai bergerak, beban yang dihadapi pun makin berat karena hampir semua bantaran kali di Jakarta telah dipadati hunian.

Warga yang bermukim di bantaran kali, lanjutnya, adalah warga pendatang yang sebenarnya tak mampu membeli rumah di Jakarta. Umumnya mereka adalah pekerja sektor informal dengan penghasilan terbatas.

Mereka, kata Haryono, memang perlu ditertibkan. Namun, untuk menertibkan mereka, Pemerintah Provinsi DKI harus mengutamakan kemanusiaan. Kebutuhan akses ke pusat-pusat ekonomi sebagai tempat mereka bekerja harus diperhitungkan.

Haryono pun mengingatkan bahwa warga miskin yang bekerja di sektor informal akan senantiasa ada di setiap kota. Sebab, kota juga membutuhkan tenaga kerja informal agar roda ekonomi kota bergerak.

Oleh sebab itu, perlu penataan permukiman di setiap area yang dibuat secara gradasi, dari kompleks mewah, menengah, hingga kampung. Dengan demikian, para penghuninya bisa saling mendukung.

(MADINA NUSRAT/DIAN DEWI PURNAMASARI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2016, di halaman 27 dengan judul "Di Tepi Kali, demi Bertahan di Jakarta".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Ini, Tim Kuasa Hukum Vina Cirebon Akan Datangi Kantor Komnas HAM

Hari Ini, Tim Kuasa Hukum Vina Cirebon Akan Datangi Kantor Komnas HAM

Megapolitan
AJI Jakarta, PWI, dan Organisasi Pers Berunjuk Rasa di DPR Hari Ini, Tuntut Revisi UU Penyiaran Dihentikan

AJI Jakarta, PWI, dan Organisasi Pers Berunjuk Rasa di DPR Hari Ini, Tuntut Revisi UU Penyiaran Dihentikan

Megapolitan
Jangan 'Bunuh' Warga Kampung Bayam Berulang Kali...

Jangan "Bunuh" Warga Kampung Bayam Berulang Kali...

Megapolitan
Janji Jakpro Beri Pekerjaan ke Warga Kampung Susun Bayam yang Mau Tinggalkan Rusun...

Janji Jakpro Beri Pekerjaan ke Warga Kampung Susun Bayam yang Mau Tinggalkan Rusun...

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 27 Mei 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 27 Mei 2024

Megapolitan
Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 27 Mei 2024

Daftar Lokasi SIM Keliling di Jakarta 27 Mei 2024

Megapolitan
Libur Panjang Waisak, 9.610 Wisatawan Berlibur ke Kepulauan Seribu

Libur Panjang Waisak, 9.610 Wisatawan Berlibur ke Kepulauan Seribu

Megapolitan
Kuasa Hukum 'Vina Cirebon' Minta Polisi Berpegang pada Putusan Pengadilan soal 3 Nama yang Buron

Kuasa Hukum "Vina Cirebon" Minta Polisi Berpegang pada Putusan Pengadilan soal 3 Nama yang Buron

Megapolitan
Yakin Pegi Tersangka Utama Pembunuhan Vina, Kuasa Hukum: Ada Bukti Ijazah dan KTP

Yakin Pegi Tersangka Utama Pembunuhan Vina, Kuasa Hukum: Ada Bukti Ijazah dan KTP

Megapolitan
Polisi Hapus 2 Nama DPO Kasus 'Vina Cirebon', Keluarga Terkejut dan Kecewa

Polisi Hapus 2 Nama DPO Kasus "Vina Cirebon", Keluarga Terkejut dan Kecewa

Megapolitan
[Populer Megapolitan] Kisah Endah, Jemaah Haji yang Ditinggal Wafat Istri di Jeddah | 'Mayor' Terpilih Jadi Maskot Pilkada DKI 2024

[Populer Megapolitan] Kisah Endah, Jemaah Haji yang Ditinggal Wafat Istri di Jeddah | "Mayor" Terpilih Jadi Maskot Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Senin 27 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Senin 27 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Keluhkan Dampak Banjir, Warga Kebon Pala: Rumah Rusak dan Timbul Penyakit

Keluhkan Dampak Banjir, Warga Kebon Pala: Rumah Rusak dan Timbul Penyakit

Megapolitan
Tips Memilih Sapi Kurban yang Berkualitas, Bisa Lihat dari Mulut dan Kakinya

Tips Memilih Sapi Kurban yang Berkualitas, Bisa Lihat dari Mulut dan Kakinya

Megapolitan
Bisnis Hewan Kurban, Wakil Wali Kota Jakut Beri Sapinya Ampas Tahu agar Gemuk dan Berkualitas

Bisnis Hewan Kurban, Wakil Wali Kota Jakut Beri Sapinya Ampas Tahu agar Gemuk dan Berkualitas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com