Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeritan Keluarga Korban Ledakan RSAL Mintohardjo

Kompas.com - 10/05/2016, 10:09 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Edy Suwardy Suryaningrat dan dokter Dimas Qadar Radityo merupakan dua dari empat korban tewas dalam ledakan di ruang terapi hiparik Rumah Sakit Angkatan Laut (RSAL) Mintohardjo, Jakarta Pusat, pada 14 Maret lalu. Mereka berdua adalah suami dan anak sulung Susilowati Muchtar.

Dua orang lain yang terdapat di dalam ruang terapi tersebut adalah Irjen Pol (Purn) HR Abubakar Nataprawira dan Sulistiyo.

Wajah Susilowati Muchtar tak henti-hentinya dibasahi air mata ketika menceritakan insiden yang dialami suami dan putra sulungnya itu. Dia begitu kesal saat menceritakan tindakan yang dilakukan RSAL Mintohardjo kepadanya.

Saat peristiwa berlangsung, ia mengaku tidak langsung diberitahu pihak rumah sakit. Dia baru mengetahui terjadinya ledakan pada pukul 14.00.

"Malam hari saya sampai sana mau lihat jenazah, orang-orang (petugas) RSAL Mintohardjo sangat arogan. Anak bungsu saya ditendang, saya diusir. Saya ini mau lihat jenazah anak dan suami saya, arogan sekali itu rumah sakit pemerintah," kata Susilowati lirih, saat mengadukan RSAL Mintohardjo kepada Komnas HAM di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (9/5/2016).

Dia dan anak bungsunya ke RS Polri untuk visum jenazah anggota keluarganya. Namun, kata dia, tidak ada pihak RSAL Mintohardjo yang mendampingi serta mengucapkan belasungkawa.

Tindakan tidak menyenangkan kembali dialaminya ketika akan mengambil barang-barang milik suami dan anaknya. Dia diarahkan ke Polisi Militer Komando Armada RI Kawasan Barat di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

"Setelah satu minggu barang-barangnya baru bisa diambil. Tapi kacamata dan cincin anak saya enggak ada. Cincin suami saya juga enggak ada. Ini manusia lho bukan binatang," kata Susilowati histeris.

Dia mengungkapkan, pihak RSAL Mintohardjo membawa uang Rp 250 juta kepada istri Sulistiyo di Semarang, Jawa Tengah. Ia tak habis pikir mengapa RSAL Mintohardjo menganggap uang bisa menggantikan nyawa yang hilang.

"Tidak ada perikemanusiaan manusia-manusia di RSAL Mintohardjo ini. Mereka walaupun TNI berpangkat-pangkat, tapi matinya juga masuk liang kubur. Astaghfirullah al adzim suami dan anak saya perginya sehat, pulang-pulang jadi abu. Saya sumpahin mereka, sumpahin seumur hidup orang-orang itu dunia akherat, saya enggak maafin mereka," kata Susilowati sambil terus menangis.

Tim kuasa hukum keluarga korban Firman Wijaya menduga adanya malpraktik medis yang menyebabkan meninggalnya empat pasien. Hilangnya nyawa, kata dia, menunjukkan pelanggaran HAM yang serius.

"Ini merupakan kejadian serius yang berujung kematian. Sampai sekarang belum ada kesungguhan lembaga penegak hukum atau kemajuan berarti dalam penanganan kasus ini," kata Firman.

Selain ke Komnas HAM, mereka juga berencana mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Komisi I, Komisi III, Komisi IX, Ombudsman, Panglima TNI, dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL).

Kasus itu masih dalam penyelidikan polisi dan TNI AL.

Komisioner Komnas HAM,  Nurcholis, turut prihatin atas kejadian tersebut. Hilangnya nyawa seseorang, kata dia, berhubungan dengan tindak pidana.

Ada dua hal yang perlu dicermati pada ledakan ruang tabung chamber ini, yakni standar operasi keselamatan gedung dan standar operasi pelayanan medik.

"Setidaknya kami akan melakukan klarifikasi kepada Angkatan Laut, dalam hal ini KSAL untuk meminta penjelasan tekait peristiwa ini. Kami juga akan meminta penjelasan Polri terkait langkah yang sudah diambil, karena wajar keluarga menuntut keadilan. Kasus ini dalam penanganan Komnas HAM," kata Nurcholis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasang Billboard Skincare 'Cerah' di Bogor, Bima Arya Akui Terkait Pilkada Jabar

Pasang Billboard Skincare "Cerah" di Bogor, Bima Arya Akui Terkait Pilkada Jabar

Megapolitan
Dijanjikan Komisi dari 'Like' dan 'Subscribe' Youtube, Korban Ditipu Rp 800 Juta

Dijanjikan Komisi dari "Like" dan "Subscribe" Youtube, Korban Ditipu Rp 800 Juta

Megapolitan
Dua Penipu Modus 'Like' dan 'Subscribe Youtube Ditangkap, Dikendalikan WNI di Kamboja

Dua Penipu Modus "Like" dan "Subscribe Youtube Ditangkap, Dikendalikan WNI di Kamboja

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kehadiran Marshel di Pilkada Tangsel Dianggap Muluskan Kemenangan Benyamin Pilar | Akhir Pelarian Ketua Panitia Konser Lentera Festival

[POPULER JABODETABEK] Kehadiran Marshel di Pilkada Tangsel Dianggap Muluskan Kemenangan Benyamin Pilar | Akhir Pelarian Ketua Panitia Konser Lentera Festival

Megapolitan
WNI di Kamboja Jadi Dalang Penipuan 'Like' dan 'Subscribe' Youtube di Indonesia

WNI di Kamboja Jadi Dalang Penipuan "Like" dan "Subscribe" Youtube di Indonesia

Megapolitan
Penolakan Tapera Terus Menggema, Buruh dan Mahasiswa Kompak Gelar Unjuk Rasa

Penolakan Tapera Terus Menggema, Buruh dan Mahasiswa Kompak Gelar Unjuk Rasa

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 28 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 28 Juni 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
Rombongan Tiga Mobil Sempat Tak Bayar Makan di Resto Depok, Ini Alasannya

Rombongan Tiga Mobil Sempat Tak Bayar Makan di Resto Depok, Ini Alasannya

Megapolitan
Pemkot Jaksel Diminta Tindak Tegas Dua Restoran di Melawai yang Dianggap Sebabkan Kegaduhan

Pemkot Jaksel Diminta Tindak Tegas Dua Restoran di Melawai yang Dianggap Sebabkan Kegaduhan

Megapolitan
Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan di Sejumlah Jalan Jaksel Imbas Pembangunan Drainase

Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan di Sejumlah Jalan Jaksel Imbas Pembangunan Drainase

Megapolitan
Pemkot Jaksel Sidak Dua Restoran di Melawai yang Dikeluhkan Warga Sebabkan Parkir Liar

Pemkot Jaksel Sidak Dua Restoran di Melawai yang Dikeluhkan Warga Sebabkan Parkir Liar

Megapolitan
Senangnya Laim, Tak Perlu Lagi Timba Air 40 Liter di Sumur Tua Hutan Setiap Hari

Senangnya Laim, Tak Perlu Lagi Timba Air 40 Liter di Sumur Tua Hutan Setiap Hari

Megapolitan
Kesaksian Jemaat soal Perselisihan Penggunaan Gereja di Cawang yang Berujung Bentrok

Kesaksian Jemaat soal Perselisihan Penggunaan Gereja di Cawang yang Berujung Bentrok

Megapolitan
Terkait PPDB di Jakarta, Disdik DKI Diminta Evaluasi Kuota dan Jangkauan Jalur Zonasi

Terkait PPDB di Jakarta, Disdik DKI Diminta Evaluasi Kuota dan Jangkauan Jalur Zonasi

Megapolitan
PPDB 'Online' Diklaim Efektif Cegah Adanya 'Siswa Titipan'

PPDB "Online" Diklaim Efektif Cegah Adanya "Siswa Titipan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com