KOMPAS.com - Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia bak fenomena gunung es.
Belum reda rasa geram masyarakat terkait dengan kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap YY (14) di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, kejahatan seksual terhadap anak bermunculan di daerah lain.
Salah satu peristiwa yang menyayat hati itu menimpa PS (12), pelajar kelas VI SD, di Kelurahan Jatisari, Jatiasih, Kota Bekasi.
Pada Senin (9/5) sekitar pukul 14.00, PS diperkosa sepulang dari les mata pelajaran di sekolahnya di Jatisari, Jatiasih.
Dengan mengayuh sepeda, PS pulang ke rumah mengenakan baju dan celana olahraga.
Saat di tengah jalan, dia diberhentikan oleh lelaki tak dikenal berusia sekitar 40-an tahun yang berpura-pura menanyakan alamat.
Lelaki itu memboncengkan PS dengan mengayuh sepeda tersebut. Alih-alih menuju alamat yang dicari, pelaku justru membawa PS ke semak-semak yang berjarak 200 meter dari sekolah korban.
Di semak-semak itu, PS diancam dengan golok dan pisau cutter. Pelaku lalu memerkosa PS yang ketakutan.
"Saat sampai di rumah, anak saya menangis terus. Saya juga bingung karena dia pulang dari les lebih lama dari biasanya," ujar ayah korban, Ahmad (36), saat ditemui di rumahnya di Kelurahan Jatisari, Kota Bekasi, Selasa (10/5).
Meskipun tampak syok, Ahmad berusaha tegar ketika memberikan penjelasan mengenai pemerkosaan yang dialami putrinya tersebut.
Berdasarkan pengakuan putrinya, Ahmad mengungkapkan, pelaku memiliki ciri-ciri berbadan kurus, berkulit gelap, dan berkumis tipis.
Hingga Selasa sore, PS yang setiap hari mengenakan jilbab tersebut masih trauma dan kerap menangis.
Padahal, Senin (14/5) ini PS harus mengikuti ujian nasional. "Makanya, istri saya selalu menenangkan dia supaya anak saya lupa sama kejadian ini," kata pengemudi ojek daring ini.
Ketika Kompas menyusuri jalan utama di kawasan Jatisari, Jatiasih, ada beberapa areal terbuka, seperti kebun kosong yang penuh semak-semak. Warga mengakui, meskipun daerah itu sepi, sejauh ini aman dari kejahatan.
"Memang kalau malam sepi, tetapi baru kali ini ada kejadian seperti ini," ucap Rahmad (25), warga Kampung Cakung, Jatisari.
Pendampingan trauma
Dua hari setelah kejadian, rumah keluarga korban di Kampung Cakung, Jatisari, Jatiasih, tampak sepi.
Pintu rumah petak tersebut tertutup rapat dan terkunci. Tidak terlihat satu anggota keluarga korban pun.
Keluarga korban menginap sementara di rumah saudara mereka, sementara korban dipindahkan ke rumah aman oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) agar mendapatkan pendampingan psikologis.
"Dengan begitu, korban dapat kembali beraktivitas normal," ujar Ketua KPAI Kota Bekasi M Syahroni, Rabu (11/5).
Selain fokus pada pemulihan trauma, KPAI juga mendesak agar kepolisian dapat segera mengungkap kasus pemerkosaan anak tersebut.
"Jika pelaku masih berkeliaran, anak-anak lain di Kota Bekasi juga bakal khawatir. Makanya, kita harapkan polisi dapat segera menangkap pelaku dan ada hukuman berat yang memberikan efek jera," kata Syahroni.
Saat berada di rumah korban, Wakil Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bekasi Haryekti Rina Wuryandari mengungkapkan, korban PS perlu mendapat pendampingan untuk pemulihan trauma.
Terlebih, korban memiliki masa depan yang masih panjang.
RT/RW layak anak
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengutuk dan mengecam tindakan pemerkosaan terhadap PS tersebut. "Kita harapkan aparat tanggap dan menyelesaikan secepatnya," ujarnya.
Mencegah kasus serupa berulang, Rahmat berharap peran pemerintah, aparat, dan masyarakat bisa disinergikan untuk menangkal kejahatan seksual terhadap anak.
Pemerintah Kota Bekasi akan mengoptimalkan peran tim perlindungan anak di tingkat rukun tetangga dan rukun warga.
"Sudah ada pembentukan tim pemantau anak di RT dan RW, sekarang tinggal memaksimalkan," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kota Bekasi serta KPAI Kota Bekasi, terdapat 38 kasus kekerasan terkait dengan anak di Kota Bekasi selama Januari hingga Mei 2016, termasuk pencabulan 15 kasus dan pemerkosaan 3 kasus.
"Indonesia saat ini sudah darurat kekerasan seksual terhadap anak. Hal ini menunjukkan perlindungan anak di negara ini masih lemah, yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita semua," ucap Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi.
Menurut Seto Mulyadi, pemerintah pusat perlu menggaungkan lagi gerakan stop kekerasan anak secara nasional.
Gerakan ini untuk membangun kesadaran semua pihak untuk melindungi anak, termasuk memberikan pemahaman dini mengenai seks dan kesehatan terhadap anak.
"Tidak perlu mendeklarasikan kota layak anak jika RT dan RW saja belum layak anak," katanya.
(Harry Susilo)
-----
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 Mei 2016, di halaman 27 dengan judul "Waspadai Predator Seksual Pengincar Anak di Bawah Umur".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.