Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Guru yang Intoleran Membahayakan Siswa"

Kompas.com - 25/05/2016, 10:16 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hasil penelitian Setara Institute terhadap 760 siswa di Jakarta dan Bandung Raya menunjukkan bahwa guru merupakan sumber utama pengetahuan keagamaan siswa.

"Guru memiliki pengaruh dominan dalam membentuk pandangan keagamaan siswa. Karenanya guru merupakan salah satu sektor yang perlu memperoleh perhatian lebih, selain kurikulum, model pembelajaran, dan siswa itu sendiri," ujar Peneliti Setara Institute, Aminuddin Syarif di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (24/5/2016).

(Baca juga: Setara: 61 Persen Siswa Toleran; 35,7 Persen Puritan; 2,4 Persen Radikal)

Berdasarkan survei tersebut, 39,9 persen siswa yang menjadi responden penelitian ini memperoleh pengetahuan keagamaan dari guru. Sementara itu, dari orangtua, justru lebih rendah, yakni 23,2 persen.

Hasil survei secara keseluruhan memang menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki toleransi yang baik.

Namun, menurut dia, ada pula yang bersikap intoleran dari sekedar puritan, hingga memiliki pandangan yang radikal.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menuturkan masih adanya guru yang intoleran sehingga mengancam toleransi siswa.

Ia menemukan adanya guru agama yang enggan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Ada pula dalam sebuah workshop, para guru menyatakan anti-kekerasan, tetapi dalam tempo lima menit setelah dipertontonkan tindak kekerasan kepada Ahmadiyah, mereka membenarkannya.

"Saat itu kelihatan antara pengetahuan dengan sikap kekerasan atas nama agama ada yang janggal. Kami guru menanamkan radikalisme, membenci perbedaan, itu adalah sesuatu yang bahaya. Saya berfikir ngeri kalau guru seperti ini menyebar. Ini berbahaya bagi persatuan dan kesatuan negeri ini," ujarnya.

Retno juga mengungkapkan, penanaman toleransi kepada siswa, terhambat oleh aturan sistemik di sekolah yang justru tidak toleran.

Ia mencontohkan sekolah yang mewajibkan siswanya mengenakan pakaian muslim dan melaksanakan shalat sunah.

"Kalau memang mau buat aturan wajib pakaian muslim ya buat saja sekolah agama. Kalau di sekolah negeri mau menerapkan seperti itu ya enggak bisa," ujar Retno.

Ia juga mengkritik adanya aturan wajib membaca Al-Quran sebelum memulai pelajaran di beberapa sekolah negeri.

Menurut dia, sekolah tak bisa memaksakan siswa untuk memiliki pemahaman yang sama pada satu agama tertentu.

Hal inilah, kata Retno, yang belum banyak dilakukan oleh guru saat mengajar di sekolah.

Ia menilai, pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang mestinya menjadi sarana untuk mengajarkan sikap toleransi pada siswa, menjadi tidak efektif karena guru menggunakan kitab suci sebagai pembenaran atas apa yang mereka ajarkan di sekolah.

(Baca juga: Dicari, Sosok Pejuang Kemanusiaan dan Toleransi)

Retno juga menyebutkan, saat ini bobot pelaran agama lebih besar dari bobot pendidikan kewarganegaraan hingga Indonesia kekurangan guru agama.

"Kita ini harusnya membangun toleransi. Kalau ada siswa yang berbeda pandangan jangan disalahkan. Biarkan bersikap terbuka, kalau salah baru diluruskan," katanya.

Mantan kepala sekolah SMAN 3 Jakarta ini tidak membenarkan paksaan praktik agama kepada siswa.

Jika ingin mengarahkan siswa untuk lebih beriman, menurut dia, para guru sedianya melakukan hal tersebut dengan cara promotif dan tidak mengkukuhkannya melalui aturan yang memaksa.

"Saya tertarik bahwa guru merupakan sumber belajar. Ini bisa jadi momentum bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendorong nilai kebangsaan terutama di sekolah publik," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Depresi, Epy Kusnandar Tak Dihadirkan dalam Konferensi Pers Kasus Narkobanya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com