Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Diri Pengurus RT/RW yang Terluka karena Qlue...

Kompas.com - 27/05/2016, 07:03 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ruang rapat Komisi A nyaris penuh diisi oleh para pengurus RT dan RW se-Jakarta, Kamis (26/5/2016).

Mereka datang untuk mengikuti rapat dengar pendapat bersama anggota Komisi A dan eksekutif.

(Baca juga: Protes Qlue, Pengurus RT dan RW Ancam Mundur dan Boikot Pilkada DKI 2017)

Tujuan mereka datang ke Gedung DPRD DKI Jakarta kemarin hanya satu, yakni menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghapus sistem pemberian insentif berbasis laporan aplikasi Qlue.

Menurut mereka, kemajuan teknologi ini begitu menyulitkan. Bukan karena masalah aplikasi yang tidak bisa digunakan, tetapi masalah kewajiban-kewajiban pengurus RT dan RW, yang bertambah setelah adanya Qlue. 

Para pengurus RT dan RW tersebut diwajibkan untuk menyampaikan laporan melalui aplikasi tersebut.

Masalah pertama yang mereka keluhkan adalah soal adanya uang Rp 10.000 per laporan untuk RT dan Rp 12.500 per laporan untuk RW.

Uang tersebut juga bukan untuk uang pribadi ketua RT dan RW, tetapi untuk uang operasional di lingkungan mereka.

Mahmud Ujang, perwakilan RW dari Kelurahan Pinangranti mengatakan bahwa dia sudah menjadi pengurus RT sejak tahun 1980. Sekarang, dia sudah menjadi pengurus RW.

Selama itu, kata Mahmud, dia dan warga lain menjalankan tugas sebagai pengurus RW atas dasar pengabdian, bukan honor.

Hal itulah yang membuat mereka tersinggung ketika merasa diperintah oleh Pemprov DKI. Mereka merasa bukan pegawai Pemprov DKI.

"Enggak ada uang ini itu kita juga tetap jalan kok," ujar Mahmud dalam rapat di ruang Komisi A DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Kamis (26/5/2016).

Meskipun mendapatkan insentif, tetapi kebijakan laporan via Qlue saat ini justru dianggap memberatkan para pengurus RT dan RW.

Sebab, menurut dia, pengurus RT dan RW seolah-olah menjadi pegawai Pemprov DKI yang diwajibkan melapor 3 kali sehari.

Padahal, tidak setiap hari ketua RT berkeliling lingkungannya. Mereka juga memiliki pekerjaan utama di luar tugas sebagai RT dan RW.

"Kita bukan masalah uangnya, Pak. Masa sehari RT dan RW cuma jadi kuli amatiran yang dihargai Rp 10.000? Kita punya harga diri, Pak. Enggak ada uang Qlue kita juga bisa makan. Banyakan juga duit gua kali," ujar Mahmud.

(Baca juga: Ahok Ingin Qlue Diterapkan Secara Nasional)

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com