JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani menilai pasangan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Basuki Tjahaja Purnama -Heru Budi Hartono dari jalur perseorangan atau independen semakin terancam. Ia mengatakan itu karena menduga ada usaha partai politik untuk memperulit syarat bagi calon independen.
"Partai-partai politik tak henti meributkan calon independen dan terus berupaya memperberat syaratnya," kata Sri, seperti dikutip Tribunnews, Kamis (9/6/2016).
Sri menuturkan, dugaan adanya upaya partai politik memperberat syarat calon independen adalah dari soal wacana formulir standar calon independen yang digulirkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, sampai penyebaran rumor Heru mundur sebagai calon pendamping Ahok dan akan digantikan oleh Wakil Gubernur Jakarta Djarot Saiful Hidayat.
Selanjutnya, kata Sri, ad juga aturan yang memberatkan dalam revisi UU Pilkada yang baru saja ditetapkan DPR. Dalam aturan itu disebutkan bahwa warga yang mendukung calon independen harus tercantum dalam daftar pemilih di pemilu sebelumnya, memiliki KTP, dan berdomisili di lokasi pilkada.
"Calon perseorangan jelas bermanfaat untuk mendorong partai politik memperbaiki sistem kaderisasinya sendiri. Terlebih tak banyak calon perseorangan menang pilkada," ucap Sri.
Dalam revisi UU Pilkada tersebut, syarat untuk lolos sebagai calon independen pun tak mudah. Soal mekanisme verifikasi faktual yang mewajibkan bertemu langsung dengan pemberi dukungan ia anggap bisa menjadi penjegal.
Karena, ketika pendukung calon perseorangan tidak bisa ditemui petugas saat verifikasi, mereka hanya diberi kesempatan waktu tiga hari untuk hadir ke kantor Panitia Pemungutan Suara (PPS). Jika tenggat tidak terpenuhi, maka dukungan dicoret dan dianggap batal.
Di balik terancamnya nasib Ahok-Heru melalui jalur independen, dukungan untuk pasangan bakal calon independen itu mendukung masih memiliki kunci agar pasangan ini benar-benar bisa berlaga dalam pilkada.
Kuncinya, warga Jakarta yang mendukung Ahok-Heru harus benar-benar ikut berusaha mewujudkan terkumpulnya satu juta KTP pada 20 Juni 2016. Selain itu, mereka juga harus bersedia hadir pada saat verifikasi faktual dilaksanakan. (Dennis Destryawan)