JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah sejak lama, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengkritik kinerja Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta. Berkali-kali, pria yang akrab disapa Ahok itu membeberkan temuan-temuan yang membuat dia kecewa kepada satuan kerja perangkat daerag yang dikepalai Ratna Diah Kurniati tersebut.
Ahok paling sering mengeluh soal kegagalan Dinas Pertamanan dan Pemakaman dalam membeli lahan. SKPD ini, kata Ahok, terkenal lamban dalam membeli tanah.
Ahok mengatakan ada oknum PNS yang bertindak sebagai mafia pembelian tanah di SKPD itu. Ketika ada warga yang akan menjual lahannya dan sudah mendapat tanda tangan dari Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman, ada oknum PNS yang memperlambat pembelian lahan tersebut.
Caranya ialah dengan meminta berbagai surat administrasi kepada calon penjual karena calon penjual tidak mau memberi mereka komisi. Ahok kemudian mengunci modus tersebut. Ia membuat kebijakan baru, Dinas Pertamanan dan Pemakaman harus membeli lahan dengan mentransfer langsung ke rekening warga yang akan menjual lahannya.
Kebijakan tersebut, kata Ahok, malah membuat Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta tak kunjung membeli lahan hingga bulan Juni ini.
"Hampir semua pembelian tanah di Jakarta bermasalah. Apalagi saya buat aturan baru transfer mesti ke nama orangnya. Langsung lambat, enggak bisa beli dia, mungkin takut yang punya enggak mau kasih komisi," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Senin (13/6/2016).
Makam fiktif
Masalah pembelian tanah yang terus gagal bukan satu-satunya masalah di Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Sebelum masalah mafia pembelian tanah, Ahok mengaku mendapatkan laporan mengenai makam fiktif di sejumlah tempat pemakaman umum di Jakarta.
Menurut dia, kebanyakan makam fiktif adalah makam yang keberadaannya hanya sebagai penanda bahwa lahan tersebut sudah dipesan.
"Jadi kita temukan banyak sekali makam-makam yang fiktif. Jadi kalau ada batu nisan segala macam, belum pasti itu ada isinya. Karena ada yang nyogok. Itu ditaruh di depan," kata Ahok.
Pemprov DKI Jakarta tengah berupaya menerapkan sistem yang dinilai dapat menghilangkan praktik pungutan liar dalam bisnis pemakaman di Jakarta. Ahok menyatakan, penerapan sistem untuk menghilangkan praktik pungutan liar dalam bisnis pemakaman ini membutuhkan proses bertahap.
"Kita sudah ada sistemnya. Nanti kelihatan, siapa yang minta. Ya hampir kayak ngurus kamar ranjang rumah sakitlah," ujar Ahok.
Mencari pengganti
Ahok sudah kesal. Berkali-kali dia mengancam akan memecat Ratna karena tidak becus memimpin Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI. Saking sebalnya, Ahok mengatakan perombakan Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI harus dilakukan besar-besaran tidak hanya sebatas kepala dinasnya saja.
"Ini kalau mau pecat mesti pecat satu set ini bukan cuma kepala dinas lagi, bisa satu set semua dibuang," ujar Ahok.
Namun, Ahok mengatakan belum menemukan pejabat pengganti untuk Ratna. Hal ini yang membuat dia menunda melakukan pemecatan.
"Saya mau cari orang (pejabat pengganti Ratna sebagai Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta) juga susah, kan. Enggak ada orang, enggak ada orang," kata Ahok.
Ahok mengaku tengah melakukan seleksi jabatan eselon II. Ahok baru menerima daftar pegawai negeri sipil (PNS) yang lulus psikotes eselon II pada Kamis (9/6/2016). Ahok juga masih mewawancarai PNS yang masuk ranking 50 besar psikotes tersebut.
"Saya belum tentu ganti dia (Ratna) juga. Saya wawancara (PNS yang lolos psikotes) dulu," kata Ahok.
Meski demikian, ia menyebut akan mencari pegawai eksternal Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta untuk menggantikan posisi Ratna. Hal tersebut dilakukan lantaran permasalahan taman dan pemakaman tak kunjung usai, meski ia telah berulang kali mengganti posisi kepala dinas tersebut.
"Ya kerjanya (Ratna) pas-pasan," kata Ahok.