TANGERANG, KOMPAS.com — Kuasa hukum RA (16), Alfan Sari, menceritakan kondisi kliennya selama berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak Tangerang.
RA resmi masuk Lapas Anak Tangerang setelah divonis 10 tahun penjara dalam kasus pembunuhan karyawati EF (19) di Pengadilan Negeri Tangerang, Juni 2016.
"Klien saya trauma berat dan di bawah tekanan. Secara psikis, sangat tertekan," kata Alfan kepada Kompas.com, Kamis (14/7/2016) pagi.
(Baca juga: Tangis Ibu Karyawati EF Saat Sidang Vonis Terdakwa RA)
Alfan juga diberi tahu hal yang sama oleh orangtua RA ketika mereka berkunjung ke Lapas Anak Tangerang.
Menurut orangtuanya, RA terlihat tidak bersemangat dan seperti tidak memiliki harapan dalam menjalani kehidupannya sebagai narapidana.
"Orangtuanya khawatir. Namun, RA tetap mengaku dia tidak pernah membunuh dan tidak bersalah. Makanya kami ajukan banding," tutur Alfan.
Pihak RA telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banten atas putusan majelis hakim peradilan anak di Pengadilan Negeri Tangerang yang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada RA.
Menurut Alfan, berdasarkan aturan dalam sistem peradilan anak, ada tenggat waktu yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan perkara pidana anak di bawah umur, termasuk soal proses banding ini.
Alfan mengatakan, proses banding paling lama berlangsung dua sampai tiga bulan sejak adanya pernyataan banding.
Sementara proses banding berjalan, tim kuasa hukum RA melakukan investigasi dalam menguji fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sebelum ini.
Mereka tetap yakin bahwa RA tidak bersalah dan menilai bahwa pembuktian dari jaksa penuntut umum (JPU) tidak kuat.
Ketua Majelis Hakim RA Suharni sebelumnya menyatakan, RA bersalah melakukan pembunuhan berencana.
(Baca juga: Hal yang Memberatkan RA hingga Divonis 10 Tahun Penjara)
Maka dari itu, RA dikenakan hukuman maksimal sesuai dengan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Pembunuhan Berencana yang memuat ancaman hukuman maksimal hukuman mati.
Namun, karena RA masih di bawah umur, pemberian hukuman merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
Ketentuan tersebut mengatur bahwa terdakwa anak di bawah umur hanya dikenakan setengah dari hukuman maksimal untuk orang dewasa, yakni 10 tahun penjara untuk kasus ini.