Ribut-ribut soal reklamasi Teluk Jakarta, yang menyeret anggota DPRD DKI dan direktur pengembang besar dalam kasus suap, belum lagi usai. Tiba-tiba publik kembali dikejutkan pengungkapan praktik penyerobotan lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Praktik penggelapan dan jual-beli lahan milik DKI dengan merekayasa sertifikat tanah itu ditengarai sudah terjadi sejak tahun 1970-an.
Kedua kasus itu menyangkut lahan di DKI. Reklamasi terkait lahan yang sedang diupayakan terwujud dengan cara menguruk sebagian Teluk Jakarta. Awalnya, ada 17 pulau buatan yang akan hadir di sana. Rencana luas pulau-pulau itu bervariasi antara 60-an hektar hingga 500 hektar, dengan kisaran total mencapai 4.000-5.000 hektar
Kasus kedua juga soal lahan yang telah ada dan sejak lama menjadi milik Pemprov DKI. Tak kurang, seperti data Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI per Juli 2016, ada 5.500 bidang lahan aset milik Pemprov DKI.
Namun, baru 2.700 bidang yang telah disertifikatkan. Sisanya, 2.800 bidang, belum bersertifikat. Lahan yang belum disertifikatkan ini yang rawan jadi target para "pemain" yang melibatkan jaringan oknum pemerintah dari institusi terkait dan menggandeng lurah, camat, warga, dan pemodal.
Belum jelas berapa luas dan nilai total 5.500 bidang lahan milik DKI itu. Sebagai perbandingan, seperti ditulis di Kompas, Rabu (10/8), di Jakarta Timur saja setidaknya ada 41 bidang tanah di sejumlah lokasi dengan total luas 100 hektar.
Di Jakarta Barat, tercatat ada 40 bidang lahan senilai Rp 26,525 triliun. Jadi, bisa dibayangkan betapa luas dan berharganya aset lahan DKI. Bisa jadi, total luas keseluruhannya menyamai, bahkan melebihi rencana pulau-pulau reklamasi.
Suatu ketika dalam obrolan ringan bersama beberapa teman, ada pertanyaan terlontar, "Punya aset sedemikian luas, kenapa harus me-reclaim lahan yang tak pernah dipunyai di Teluk Jakarta?"
Diharapkan, apa pun keputusan pemerintah nanti terkait proyek reklamasi Teluk Jakarta ini semua itu tetap berpijak pada kepentingan masyarakat luas, bukan semata pengembang pemegang modal dan jadi arena permainan politis.
Di sisi lain, kasus aset lahan juga diharapkan cepat selesai. Bongkar, tangkap, dan adili para pelakunya. Lakukan pendataan dan kembalikan semua ke pangkuan DKI.
Bolehlah berandai-andai, di atas lahan miliknya sendiri itu, ada berapa banyak menara rusunawa yang bisa dibangun Pemprov DKI demi memenuhi hak tempat tinggal layak bagi semua warga Jakarta yang membutuhkan. Juga betapa akan leluasanya DKI membangun infrastruktur dan fasilitas lain sesuai kebutuhan warga. Andai saja....
(NELI TRIANA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Agustus 2016, di halaman 12 dengan judul "Kemelut Aset DKI".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.