Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Tak Paham Tata Ruang DKI

Kompas.com - 22/08/2016, 18:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Mulai Mei hingga 31 Agustus, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka kesempatan bagi warganya memberikan masukan terkait dengan peninjauan kembali rencana detail tata ruang dan rencana tata ruang wilayah. Namun, masih banyak warga tak terjangkau sosialisasi sehingga tidak memahami tata ruang DKI.

Sejumlah warga di kawasan Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, misalnya, belum mendapatkan sosialisasi terkait rencana detail tata ruang (RDTR). Warga tidak tahu rencana pembangunan apa yang akan berlangsung di lingkungan tempat tinggal mereka.

Di sisi lain, sejumlah orang yang mengaku dari perusahaan swasta sudah menawarkan membeli lahan warga tanpa menjelaskan tujuan pembelian.

Hasan Masri, Ketua RW 009, Kelurahan Karet Tengsin, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, menuturkan, dirinya belum pernah menerima sosialisasi terkait RDTR kota dan zonasi. Meski sudah menjabat ketua RW selama 12 tahun, ia tak paham peruntukan wilayah tersebut.

"Belum pernah ada pemberitahuan terkait RDTR dari pihak kelurahan ataupun kecamatan," ucap Hasan di Jakarta, Minggu (21/8).

Berdasarkan peta zonasi yang dirilis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, RW 009 yang terletak di belakang Apartemen Sudirman Park itu diperuntukkan sebagai subzona rumah susun.

Akan tetapi, Hasan bercerita, sejak 2014 ada beberapa pihak perusahaan yang akan membeli tanah warga di RW 009, yang terdiri dari enam RT. Pada 2014, pihak perusahaan mengajukan sekitar Rp 10 juta per meter persegi. Saat ini, harga yang diajukan sekitar Rp 17 juta per meter persegi.

Menurut Hasan, tujuh keluarga sudah menjual tanah mereka. Menurut pantauan Kompas, di tanah yang terjual, bangunan sudah dibongkar. Adapun beberapa lahan dipagar beton 2 meter atau menggunakan pagar seng.

Nur Lela (39), warga RT 011/RW 009, adalah salah satu yang menjual tanahnya seluas 90 meter persegi kepada suatu perusahaan pada November 2015. Ia mendapatkan Rp 11 juta per meter persegi.

"Mereka tidak menjelaskan tanah tersebut akan dibangun apa," kata Nur Lela.

Di Jakarta Timur, beberapa kelurahan padat hunian masih membutuhkan ruang terbuka hijau (RTH). Kelurahan Pisangan Timur di Pulogadung, contohnya, sama sekali belum memiliki RTH. Di atas areal seluas 179,21 hektar, sebagian besar dipadati 49.000 jiwa.

Lurah Pisangan Timur Siti Maryam mengatakan, RTH hanya terdapat di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, berupa lapangan sepak bola.

Sejak RDTR disosialisasikan pada 2012, menurut Siti, Kelurahan Pisangan Timur telah mendata seluruh bidang lahan dan status tanah tersebut, termasuk lahan yang merupakan aset Pemprov DKI. Dari pendataan itu diketahui ada dua lahan aset DKI. Pendataan itu telah diserahkan kepada Penataan Kota Jakarta Timur.

"Dua aset DKI berupa lahan kosong di belakang kelurahan dan lahan bekas SPBU. Keduanya sudah kami usulkan untuk dijadikan RTH," ujarnya.

Ruang dialog

Pengamat tata kota Nirwono Yoga, kemarin, menuturkan, peninjauan kembali RDTR dan rencana tata ruang wilayah (RTRW) itu dilakukan karena pemerintah ingin menyesuaikan dengan banyaknya kegiatan pemerintah pusat di Jakarta. Proyek-proyek yang sebelumnya belum masuk ingin diakomodasi supaya bisa masuk dalam RDTR dan RTRW DKI yang terbaru.

Namun, kata Nirwono, Pemprov kurang peka. Apabila ingin mendapatkan masukan dari warga, Pemprov juga mesti membuka ruang dialog dengan warga. Warga di seluruh DKI juga mesti mendapat penjelasan tentang rencana tata ruang serta posisi keberadaan tempat tinggal atau tempat mereka beraktivitas dari sudut pandang RDTR/RTRW.

Menurut dia, tidak cukup jika Pemprov DKI hanya mengunggah rencana peninjauan kembali RDTR/RTRW di Smart City. Masyarakat belum banyak yang memahami cara-cara membaca RDTR dan RTRW.

"Dari sisi bahasa saja terlalu teknis. Cari ruang dialog, misal di akhir pekan, di mana warga tengah jeda dari kegiatan rutin sehari-hari. Lurah, camat, ketua RT/RW juga harus diajari cara memahami aturan itu," ujar Nirwono.

Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty Kusumawati mengemukakan, peninjauan kembali RDTR/RTWR saat ini masih dalam proses inventarisasi apa saja yang perlu dilakukan. Apabila ada masukan-masukan, maka peninjauan dengan cara melihat peta per peta dilakukan.

Seperti diberitakan Kompas, 11 Mei, Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta Oswar Mungkasa Muadzin mengatakan, dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, ada banyak kegiatan pemerintah pusat berskala nasional berlokasi di Jakarta, seperti kereta cepat Jakarta-Bandung, proyek MRT, dan LRT. Rencana tata ruang perlu ditinjau kembali untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan itu. (MDN/HLN/C04)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Agustus 2016, di halaman 27 dengan judul "Warga Tak PahamTata Ruang DKI".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com