JAKARTA, KOMPAS.com — Munculnya nama kader Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera, di tengah isu Pilkada DKI Jakarta 2017 menuai reaksi dari partai-partai anggota Koalisi Kekeluargaan.
Mardani diajukan PKS sebagai bakal calon wakil gubernur untuk bakal calon gubernur dari Partai Gerindra, Sandiaga Uno.
Bak gayung bersambut, Partai Gerindra sebagai pengusung Sandiaga pun menerima dan akan melakukan fit and proper test terhadap Mardani.
Namun, di lain pihak, partai anggota Koalisi Kekeluargaan lainnya, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), mengancam menarik dukungan terhadap Sandiaga.
(Baca juga: Pengusungan Mardani Sebagai Cawagub Dinilai Langkah Terburu-buru)
PKB kecewa lantaran nama Mardani tidak pernah dibicarakan sebelumnya dengan partai anggota koalisi.
Baik dari dari tim Sandiaga, Gerindra, maupun PKS tak pernah sama sekali menyinggung kemungkinan pencalonan Mardani.
Selain itu, PKB juga telanjur berkomitmen untuk memperjuangkan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi DKI Jakarta Saefullah menjadi pasangan Sandiaga.
Namun, melihat kondisi saat ini, PKB pun mengancam akan mengalihkan dukungan kepada pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra.
Kekecewaan PKB juga dirasakan oleh PPP. Ketua DPW PPP DKI Jakarta Abdul Azis menyampaikan, partainya tak pernah diajak bicara terkait Mardani.
Hingga saat ini pun Azis melihat tak ada bantahan terkait Mardani dari Sandiaga, Gerindra, atau PKS.
Kendati demikian, Azis mengatakan bahwa ia menghormati apabila akhirnya Sandiaga memilih Mardani sebagai bakal calon wakil gubernur.
Namun, kata dia, PPP juga memiliki hak untuk tidak berada dalam koalisi pendukung Sandiaga-Mardani.
Meskipun belum pasti mendukung Sandiaga, PPP juga tegas menolak Sandiaga-Mardani.
(Baca juga: PKB Tinggalkan Sandiaga Diduga karena Elektabilitas Mardani Ali Sera)
Menurut Azis, partainya mungkin mengalihkan dukungan kepada pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra.
Ia juga menyebut bahwa akan ada partai lain, yakni Demokrat dan Partai Amanat Nasional, yang akan bergabung dengan PKB dan PPP dalam mendukung Yusril.
Saat ini, Partai Demokrat memiliki 10 kursi di DPRD DKI, PPP 10 kursi, PKB 6 kursi, dan PAN 2 kursi.
Jika mereka tergabung dalam satu koalisi, suara mereka sudah lebih dari cukup untuk mencalonkan diri pada Pilkada DKI 2017.
Sebab, partai atau gabungan partai harus memiliki minimal 22 kursi di DPRD DKI Jakarta untuk dapat mencalonkan pasangan yang mereka dukung pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Azis menambahkan, poros baru ini bisa saja mengusung Yusril dengan seorang birokrat sebagai pendamping.
Saat ini, kata dia, ada dua figur birokrat yang jadi pertimbangan, yakni Sekda DKI Jakarta Saefullah serta Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Sylviana Murni.
"Kalau ini (cagub dan cawagub) mesti orang (kader) gue, tetapi bakal kalah, ngapain? Realistis saja," kata Azis, Jakarta, Minggu (11/9/2016).
Menanggapi isu itu, Sandiaga ikut bersuara. Sandiaga mengatakan bahwa ia belum pasti akan berpasangan dengan Mardani.
(Baca juga: Sandiaga: Suasana di Jajaran Pimpinan Partai "Koalisi Kekeluargaan" Tetap Sejuk )
Saat ini, bakal cawagub terkuat untuknya adalah Saefullah. Namun, ia menyerahkan keputusan itu pada partai politik.
Apabila akhirnya terbentuk poros alternatif, peta politik Pilkada DKI Jakarta 2017 berubah.
Nantinya, akan ada tiga pasangan calon, yakni dari koalisi pendukung bakal calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dari koalisi Gerindra-PKS, dan dari koalisi poros alternatif.