JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi memutar rekaman percakapan antara terdakwa mantan anggota DPRD DKI, Mohamad Sanusi, dengan Trinanda Prihantoto, asisten mantan Presdir Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Rekaman itu diputar ketika Trinanda menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap reklamasi di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Senin (26/9/2016).
Dalam rekaman itu, tergambar pembicaraan Sanusi dengan Trinanda mengenai kontribusi tambahan. Sanusi terdengar sedang mengakomodasi keinginan Ariesman Widjaja dan mengubah bahasa perda.
Dalam rekaman itu, tertulis bahwa Sanusi sudah memikirkan bahasanya bersama dengan Ketua Balegda DPRD DKI Mohamad Taufik. Sebelum rekaman itu diputar, jaksa bertanya kepada Trinanda tentang apa yang diinginkan Ariesman terkait kontribusi tambahan dalam raperda.
"Saya boleh jujur, Pak Ariesman menyampaikan ke saya, 'Nda tolong ya G sudah kita kerjakan itu bisa masuk raperda hingga ada dasar hukum. Entah kontribusi atau tambahan'," ujar Trinanda.
Untuk diketahui, salah satu anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudra, merupakan pemegang izin reklamasi Pulau G. PT Agung Podomoro Land diketahui sudah membangun rusun sebagai kontribusi tambahan mereka.
Namun, karena perda harus disahkan terlebih dahulu jika PT Agung Podomoro ingin melakukan serah terima rusun itu, perda itu menjadi payung hukum kontribusi tambahan yang dicicil PT Agung Podomoro Land.
Percakapan di bawah ini menunjukkan Sanusi yang sedang mengakali bahasa perda untuk menguntungkan pengembang:
Sanusi: Bahasanya bahasa dari jadi, jadi akhirnya tadi ngomong "eh Bang Taufik, Lu pikirin deh Fik, gue setuju,". Gitu kan.
Trinanda: He eh.
Sanusi: Tadi akhirnya gua pikirin, tadi baru selesai sama Bang Taufik nih.
Trinanda: Iya he-eh.
Sanusi: Kalau begitu gua bilang, "Pada prinsipnya kan Ahok setuju enggak apa enggak besar" gitu kan.
Trinanda: Iya iya
Sanusi: Oke jadi gua pikirin 15 persen pasti dari 5 persen.