Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kali Baru-ku, Kaliku yang Bau...

Kompas.com - 28/09/2016, 17:00 WIB

Mata Rohani (65) berbinar. Nada suaranya riang. Nenek delapan cucu ini antusias menceritakan kondisi kali yang berjarak 20 meter dari rumahnya, utamanya saat dirinya masih remaja. Kini, kali itu berubah drastis.

”Saya juga buang sampah di sana,” ucapnya sembari menutup tawanya dengan tangan.

Kali Baru, khususnya Kali Baru Timur, mengalir dari Katulampa, melewati Depok, hingga bermuara di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Kali yang awalnya dibuat untuk alur pelayaran kapal ini mudah ditemui jika berkendara melewati Jalan Raya Bogor karena terbentang di sisi jalan.

Kali ini mengalir di antara rumah warga yang membelakanginya, melintasi kawasan industri, melewati sejumlah pusat perbelanjaan, bahkan ”dikangkangi” Pusat Grosir Cililitan. Selain Kali Baru Timur, Pemerintah Hindia Belanda juga membuat Kali Baru Barat yang bermuara di Kanal Barat.

Siang itu, Senin (8/8/2016), kami bertemu Rohani di rumahnya. Sebuah rumah yang berimpitan dengan rumah-rumah lainnya, di RT 002 RW 004, Kelurahan Tugu, Depok. Untuk mencapai rumah mereka, kami melewati ”jalan tikus” di dekat pabrik YKK, tepat di perbatasan Depok-Jakarta. Rohani, bersama suaminya, Samad (55), penghuni awal wilayah ini dan masih merasakan betul manfaat sungai dahulu.

”Mau mandi, mau nyuci setiap hari di kali. Di bawah sana masih banyak ikan lele, gabus, mujair, banyak banget,” ujarnya menceritakan saat-saat kecilnya.

”Dulu orang sini nyebut-nya Kali Curam. Mungkin karena kalau turun ke kali curam tanahnya,” katanya.

Rohani bercerita, Kali Baru dulu memiliki air yang jernih dengan bebatuan di dasarnya. Lebar kali tak jauh beda dengan sekarang, sekitar 7 meter. Di kiri dan kanan kali itu tumbuh berbagai macam pohon yang menaungi kali dari panas matahari. Pohon jamblang, juga pohon rambutan, tumbuh subur di sisi kali.

”Mulai berubah sekitar tahun 1980-an. Air mulai berubah biru atau merah,” kata Samad.

Saat itu, kompleks industri mulai ramai di wilayah Cililitan dan perbatasan Depok-Jakarta. Tahun itu juga seiring pertumbuhan Jakarta yang pesat. Orang-orang datang mengisi Jakarta hingga pinggiran.

”Orang mulai jijik dan tidak pernah memanfaatkan kali lagi. Dan, lama-lama orang mulai buang sampah di kali,” tambahnya.

Kali Baru di wilayah RT 002 RW 004, Kelurahan Tugu, itu memang seakan berubah menjadi pembuangan sampah warga. Warga dengan bebasnya membuang kantongan berisi sampah ke kali. Sebuah halaman belakang rumah warga yang berbatas kali menjadi tempat pembuangan sampah warga. Sampah pun menggunung.

Kondisi serupa marak ditemui di kawasan Ciracas, Jakarta Timur. Rumah warga, toko, dan sejumlah bangunan yang membelakangi kali memiliki saluran pembuangan langsung ke kali. Pipa-pipa putih berjejer tidak beraturan. Meski begitu, gunungan sampah di tepian tidak lagi terlihat.

Jadido Butar Butar (33) telah tiga tahun jadi pekerja harian lepas Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Kebersihan DKI Jakarta. Selama tiga tahun itu, ia bekerja mengangkut sampah di kali dan membersihkan tanggul.

”Saya dan teman-teman sudah sering kena bungkusan sampah yang dibuang warga pas lagi kerja. Kami di bawah, mereka dari atas buang sampah. Kotoran manusia juga pernah kena kami,” katanya.

Belum jaminan

Kali Baru Timur pun mengalir hingga Jalan Paseban, Jalan Murtado, Senen, Jakarta Pusat. Di kawasan ini, rumah warga lebih banyak menghadap ke kali. Kali menjadi halaman muka rumah dibatasi jalan yang bisa dilewati satu mobil. Kali yang dulu saluran irigasi buatan Belanda itu masih bersih dan terawat. Dinding kali dilapisi beronjong batu kali. Terlihat batu-batu kali dan pasir di dasar kali.

Bagi yang punya rumah menghadap ke kali, ada rasa malu membuang kantong berisi sampah ke sungai. Sampah yang masuk ke kali sebagian besar daun kering dan limbah organik. Ini ternyata tidak sepenuhnya jadi jaminan warga tak buang limbah ke kali. Sesekali, limbah plastik dan styrofoam masih terlihat di badan kali. Setiap hari, sampah itu dipunguti dan dibersihkan petugas penanganan prasarana dan sarana umum.

Rumah Boni Mariyuna (39) salah satunya yang menghadap kali. Rumah berbahan semipermanen itu berada di RT 006 RW 008, Kelurahan Senen. Menurut Boni, sejak awal rumah-rumah warga di pinggir kali itu menghadap ke kali.

Boni sendiri menyebut Kali Baru Timur sebagai Kali Sentiong. Ia tidak terlalu paham dari mana hulu kali tersebut. Selokan timur (Kali Baru Timur) itu lebih mirip saluran penghubung daripada kali.

”Dulu sih di sini jalan setapak. Ada banyak pohon angsana di tepi kali. Kalau banjir, banyak anak-anak kecil berenang di sini,” ungkap Boni, Rabu (10/8).

Menurut Boni, meski menghadap ke kali, saluran pembuangan di sebagian besar rumah masih masuk ke kali. Air kali tidak pernah jadi sumber air bersih. Warga mencukupi kebutuhan air untuk mandi, cuci, dan kakus dari sumur. Untuk memasak dan minum, warga membeli air galon atau air yang dijual pikulan.

Begitulah nasib sungai di Ibu Kota. Meski mulai ada pembenahan, bagi warga, sungai masih saja sekadar tempat sampah dan limbah.

(Saiful Rijal Yunus/ Dian Dewi Purnamasari/ Mukhamad Kurniawan)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 September 2016, di halaman 28 dengan judul "Kali Baru-ku, Kaliku yang Bau...".

Kompas TV Kali Baru Barat Sudah Bersih

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Selebgram Bogor yang Ditangkap Polisi karena Promosikan Judi Online Berstatus Mahasiswa

Selebgram Bogor yang Ditangkap Polisi karena Promosikan Judi Online Berstatus Mahasiswa

Megapolitan
Persiapan Pilkada Jakarta 2024, Bawaslu DKI: Ada Beberapa Apartemen Menolak Coklit

Persiapan Pilkada Jakarta 2024, Bawaslu DKI: Ada Beberapa Apartemen Menolak Coklit

Megapolitan
Petugas Parkir di Stasiun Gambir Mengaku Sering Lihat Bus Wisata Diadang Preman

Petugas Parkir di Stasiun Gambir Mengaku Sering Lihat Bus Wisata Diadang Preman

Megapolitan
PKS Batal Usung Sohibul Iman Jadi Cagub pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Dia Sulit Bersaing dengan Nama Besar

PKS Batal Usung Sohibul Iman Jadi Cagub pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Dia Sulit Bersaing dengan Nama Besar

Megapolitan
Berangkat dari Roxy Jakpus, Pengemudi Ojol Ngamuk di Depok Gara-gara Sulit Temukan Alamat

Berangkat dari Roxy Jakpus, Pengemudi Ojol Ngamuk di Depok Gara-gara Sulit Temukan Alamat

Megapolitan
Selebgram di Bogor Digaji Rp 5,5 Juta Per Bulan untuk Promosikan Situs Judi Online

Selebgram di Bogor Digaji Rp 5,5 Juta Per Bulan untuk Promosikan Situs Judi Online

Megapolitan
Kecewanya Helmi, Anaknya Gagal Lolos PPDB SMP Negeri karena Umur Melebihi Batas

Kecewanya Helmi, Anaknya Gagal Lolos PPDB SMP Negeri karena Umur Melebihi Batas

Megapolitan
Menteri Sosial Serahkan Bansos untuk Warga Kepulauan Tanimbar Maluku

Menteri Sosial Serahkan Bansos untuk Warga Kepulauan Tanimbar Maluku

Megapolitan
Cerita 'Single Mom' Sulit Daftarkan Anak PPDB Online

Cerita "Single Mom" Sulit Daftarkan Anak PPDB Online

Megapolitan
Sohibul Batal Dicalonkan Gubernur tapi Jadi Cawagub, PKS Dinilai Pertimbangkan Elektabilitas

Sohibul Batal Dicalonkan Gubernur tapi Jadi Cawagub, PKS Dinilai Pertimbangkan Elektabilitas

Megapolitan
Polresta Bogor Tangkap Selebgram yang Promosikan Judi 'Online'

Polresta Bogor Tangkap Selebgram yang Promosikan Judi "Online"

Megapolitan
Warga Terpukau Kemeriahan Puncak HUT Ke-497 Jakarta

Warga Terpukau Kemeriahan Puncak HUT Ke-497 Jakarta

Megapolitan
Setelah PKS-PKB, Anies Optimistis Ada Partai Lain yang Bakal Usung Dirinya di Pilkada Jakarta

Setelah PKS-PKB, Anies Optimistis Ada Partai Lain yang Bakal Usung Dirinya di Pilkada Jakarta

Megapolitan
Polisi Sebut Pelaku Pembakaran Rumah di Jakbar Tak Gunakan Bensin, Hanya Korek Api

Polisi Sebut Pelaku Pembakaran Rumah di Jakbar Tak Gunakan Bensin, Hanya Korek Api

Megapolitan
Kesal Ditinggal Istri, AS Nekat Bakar Pakaian Hingga Menyebabkan Kebakaran di Jakbar

Kesal Ditinggal Istri, AS Nekat Bakar Pakaian Hingga Menyebabkan Kebakaran di Jakbar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com