SORE yang gelap di akhir Oktober. Air laut hampir limpas, meluber melewati bibir tanggul.
"Sudah kebal jika air limpas. Kecuali kalau tanggul jebol," kata Hasan Kadir yang akrab dipanggil Daeng Hasan (62).
Tepatnya di RT 020 RW 017, Muara Baru, Penjaringan, nama tempat tinggal Daeng Hasan disebut juga Kampung Gedong Pompa. Alasannya sederhana, karena berada tidak jauh dari Gedung Pompa Waduk Pluit.
Ratusan keluarga menetap di wilayah ini, bertahan meski selalu dilanda banjir, campuran limpasan air laut, dan tingginya debit hujan. Di depan rumah warga, tepat di sisi seberang jalanan selebar 4 meter, tanggul setinggi 2 meter lebih berdiri. Tanggul itu benteng terakhir antara rumah warga dan laut Teluk Jakarta.
"Awal 1980, tanggul di sini tingginya 50 cm. Tidak pernah limpas atau banjir. Sekarang hujan sedikit sudah siap-siap angkat barang. Apalagi jika hujan ketemu dengan air pasang, pasti sudah waswas," kata Daeng Hasan yang merantau ke Jakarta sejak 1972.
Air juga merembes di banyak tempat di tanggul yang ada, mempercepat luapan air ke perumahan warga. Bahkan, pada 2013, salah satu bagian tanggul jebol sehingga air laut merendam permukiman.
Selasa (15/11/2016) siang, Daeng Hasan bercengkerama dengan Rohani (60), tetangganya. Mereka berdua kini mulai agak tenang. Sebab, tanggul laut sedang dalam pembangunan ulang. Dia hanya khawatir, ketika tanggul selesai, warga juga akan digusur. Hasan juga berharap, pekerjaan tanggul jauh lebih baik dan kuat.
Berjarak sekitar 1 kilometer dari Kampung Gedong Pompa, tanggul laut setinggi 3,5 m berdiri. Tanggul ini membentang 1,2 km dari seberang Pelabuhan Sunda Kelapa hingga Pelabuhan Nizam Zachman. Tanggul lama di Nizam Zachman ini sempat ambrol awal Juni, tidak berapa lama setelah jebolnya tanggul di Pantai Mutiara.
Beberapa orang berada di balik tembok, menjala ikan, menunggu perahu, atau mencari kerang.
"Dulu lautnya 30 m di depan, yang ada bekas tanggulnya itu. Sekarang makin ke belakang. Mana ikannya makin sedikit," ucap Darmo (47), warga sekitar Kampung Luar Batang.
Keberadaan tanggul tinggi menyulitkan nelayan. Mereka tidak bisa melihat perahu yang ditambatkan di tepi laut. Tetapi, jika tidak ditanggul, air laut limpas suatu saat nanti.
Fase A
Pemerintah mulai membangun sejumlah lokasi tanggul pengaman pantai dan sungai 2016 ini meski peletakan batu pertama pada 2014. Tanggul ini disebut fase A dalam program Pembangunan Kawasan Pesisir Terpadu Ibu Kota Nasional (NCICD).
Sejumlah lokasi pembangunan tanggul ini di antaranya di Kamal Muara, Muara Baru, Pelabuhan Nizam Zachman, Pasar Ikan, Kali Blencong, dan Kalibaru. Total panjang tanggul laut dan sungai nantinya 120 km, dari Tangerang hingga Bekasi.
Rencananya, kewajiban pembangunan tanggul dipikul tiga pihak, yaitu pemerintah pusat, Pemprov DKI, dan swasta. Saat ini, yang telah membangun adalah pusat dan DKI. Pusat, melalui Balai Besar Wilayah Ciliwung Cisadane (BBWSCC), membangun tanggul di belakang Waduk Pluit dan di Kalibaru.
Kepala BBWSCC Teuku Iskandar mengungkapkan, tanggul fase A NCICD akan dibangun setinggi 4,8 m dari ketinggian permukaan laut, dihitung dari titik 0,00 Pelabuhan Tanjung Priok.
Hal ini didasarkan pertimbangan penurunan muka tanah yang terjadi setiap tahun dan ketinggian pasang air laut di utara Jakarta. Tanggul fase A perlu dibangun untuk membentengi Jakarta dari bencana rob. (Kompas, Jumat 17/6)
Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan menyampaikan, proses tanggul laut sedang dalam pekerjaan seluruhnya. Meski terus dipacu, kualitas tanggul diutamakan tetap terjaga.
"Untuk tanggul dengan sheet pile bertahan minimal 20 tahun. Untuk spoon pile bisa 30 tahun. Tapi tolong diingat, tanggul laut solusi sementara. Akar permasalahannya adalah penurunan tanah dan pengambilan air tanah berlebihan. Ini jadi target jangka panjang," katanya.
Penurunan tanah di Jakarta terus berlangsung seiring ekstraksi air tanah berlebihan. Penurunan tanah kini sudah mencapai 10-25 cm, dengan wilayah paling terdampak berada di utara Jakarta. Beban bangunan dan faktor alamiah turut memicu penurunan terus terjadi.
Sejumlah ahli mengatakan, pembangunan tanggul Fase A tidak menyelesaikan masalah utama saat ini. Sebab, yang harus dilakukan adalah menjaga agar penurunan tanah tidak semakin cepat sehingga kemungkinan air laut limpas bisa dihindari. Sembari membangun tanggul, perbaikan sanitasi dan restorasi daratan harus segera dilakukan.
Akan tetapi, hal itu membutuhkan upaya dan komitmen kuat semua pihak. Jika tidak, tanggul setinggi hampir 500 cm dari muka air laut yang dibangun saat ini bisa menjadi hanya setinggi 50 cm dalam beberapa tahun ke depan. Dan, air laut akan limpas lagi.
(Saiful Rijal Yunus)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 16 November 2016, di halaman 28 dengan judul "Tak Ada Tanggul yang Tak Bisa Retak"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.