"Saya kalau politik, enggak peduli," katanya.
Pilkada DKI yang kini hangat jadi perbincangan masyarakat tak menarik sama sekali buat Maladi. Ia kemungkinan akan sama seperti pada Pilkada 2012, tak menggunakan hak pilihnya.
Pada 2012, tim sukses pasangan Jokowi-Ahok pernah membagi-bagikan gerobak bagi penarik sampah di Pademangan. Maladi berpikir praktis.
"Dia janjiin minta apa saja dikasih. Ya saya bilang, Anda mau suara berapa, saya tarikin, saya minta Viar (motor bak) untuk warga," ujarnya.
Motor itu tak pernah diberikan. Maladi pun tak pernah terbuai pada janji-janji lagi. Menurut dia, kedatangan politikus yang bertarung dalam pemilu ke kampung-kampung hanyalah pencitraan.
"Nanti kalau sudah jadi apa ingat sama rakyat?" ujarnya.
Maladi yang dengan badan tegap mengenakan kaus bergambar Presiden pertama RI Soekarno mengatakan, jika boleh memilih, ia lebih suka hidup di rezim Presiden Soeharto. Alasannya satu, saat itu ia lebih sejahtera. Bisnis pengolahan limbah masih banyak ditemui pada zaman itu.
"Dulu sekolah saya ngumpulin karet bisa dapat Rp 5.000, sekarang ini apa nilainya? Enggak ada," katanya sambil menunjukkan sampah mainan karet.
Meski hidup tak tenang di tengah ancaman penggusuran, Maladi enggan berharap dari siapa pun yang berkuasa. Ia mengandalkan dirinya sendiri untuk bertahan hidup.
"Kita kan bisa kerja macam-macam, bisa kerja proyek, bisa jualan, enggak usah terlalu khawatirlah selama masih bisa menyambung hidup," katanya tersenyum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.