Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Argumen Buni Yani dan Polisi soal Penetapan Status Tersangka

Kompas.com - 19/12/2016, 06:00 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang praperadilan yang dimohonkan Buni Yani soal penetapannya sebagai tersangka pada kasus dugaan pencemaran nama baik dan penghasutan terkait SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan) akan segera diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sejak sidang berlangsung pada Selasa (13/12/2016) lalu hingga Jumat (16/12/2016), Buni dan Polda Metro Jaya telah memaparkan argumen masing-masing terkait tepat atau tidaknya penetapan status tersangka Buni.

Menurut Buni, polisi tidak punya dasar menetapkan dirinya sebagai tersangka. Dalil yang digunakan Buni untuk meyakinkan hakim salah satunya adalah isi status Facebook-nya yang dianggap polisi telah mengandung unsur SARA.

"Bahwa isi caption yang tertulis, 'Bapak-Ibu (pemilih Muslim)... dibohongi Surat Al-Maidah 51... (dan) masuk neraka (juga Bapak-Ibu) dibodohi. Kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini,' bukan transkrip video berdurasi satu jam empat puluh menit itu (video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Kepulauan Seribu), melainkan intisari yang bercampur dengan opini pribadi," kata kuasa hukum Buni, Aldwin Rahadian, di hadapan majelis hakim pada Selasa lalu.

Aldwin menjelaskan, tulisan Buni merepresentasikan keraguannya atas isi video pidato Gubernur DKI Jakarta it di Kepulauan Seribu pada September 2016 lalu, bukan atas dasar keinginan menghasut atau menebar kebencian. Hal itu turut didukung pernyataan ahli bahasa, baik ahli bahasa yang dihadirkan Buni maupun Polda Metro Jaya.

Selain itu, Buni keberatan dengan tahapan penetapannya sebagai tersangka yang melewatkan proses gelar perkara.

Saat menanggapi hal itu, pihak Polda Metro Jaya selaku termohon praperadilan menyatakan menolak semua dalil permohonan Buni. Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Agus Rohmat menuturkan, penyidik dalam kasus itu telah bertindak secara profesional.

Semua tahapan telah dilalui sesuai prosedur yang berlaku, termasuk soal gelar perkara yang sebelumnya dipermasalahkan Buni. Bahkan, Agus secara tegas menerangkan bahwa dalil yang dipakai Buni untuk menyebut polisi menyalahi prosedur, yaitu Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 12 Tahun 2009, sudah tidak berlaku lagi.

"Telah kami jawab bahwa Perkap Nomor 12 Tahun 2009 yang dijadikan dasar pemohon, berdasarkan Pasal 101 Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan, (aturan) itu telah dicabut dan dianggap tidak berlaku," tutur Agus.

Pada sidang hari Kamis (15/12/2016), saksi dari pemohon memperkuat permohonan praperadilan Buni. Mereka yang bersaksi di antaranya Munarman dan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta Achmad Lutfi.

Menurut Munarman, tidak ada yang salah dengan status Facebook Buni. Justru yang salah adalah pidato Ahok dalam video yang pertama kali diunggah oleh Diskominfomas DKI Jakarta.

Sementara Lutfi selaku ahli agama yang dihadirkan ternyata belum pernah melihat status Facebook Buni. Hal itu terungkap ketika Hakim Ketua Sutiyono menanyakan hal itu langsung kepada Lutfi di muka persidangan.

"Karena ini berbeda kasus ya, Pak Ustad. Dari tadi Bapak sering mengucapkan soal MUI dan kasus penodaan agama Pak Ahok, tapi ini kasus yang berbeda. Ini kaitannya dengan status yang diduga menyebarkan kebencian oleh pemohon," ujar Sutiyono.

Baca: Saksi Ahli pada Praperadilan Buni Yani Belum Lihat Isi Status Facebook

Semua saksi yang dihadirkan Buni mengaku belum pernah melihat langsung seperti apa isis status Facebook yang dipermasalahkan, termasuk Munarman. Mereka hanya lihat dari pemberitaan di media, cerita orang, hingga tampilan screenshot yang disebar oleh netizen di media sosial.

Pada sidang hari Jumat (16/12/2016), giliran Polda Metro Jaya menghadirkan saksi dan ahli. Berdasarkan keterangan mereka yang dihadirkan, perbuatan Buni dinilai telah memenuhi unsur dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Direktorat Keamanan Informasi Kemenkominfo, Teguh Arifiyadi, selaku ahli ITE yang bersaksi menyatakan Buni memenuhi unsur kesengajaan menyebarkan informasi yang diduga mengandung unsur SARA. Adapun ahli lain yang dihadirkan, Effendy Saragih, mengungkapkan tidak ada konsekuensi hukum jika polisi tidak melakukan gelar perkara. Effendy adalah ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti.

Ahli Bahasa Indonesia dari Universitas Negeri Jakarta, Krisanjaya, juga memaparkan pentingnya kata "pakai" yang tidak disertakan Buni dalam status Facebook-nya. Konteks kata "pakai" itu terdapat pada penggalan kalimat "dibohongi Surat Al-Maidah 51" yang bila berdasarkan rekaman ucapan Ahok seharusnya menjadi "dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51".

Lihat: Ahli Bahasa Jelaskan Makna Kata Pakai dalam Sidang Praperadilan Buni Yani

Aldwin kemudian menegaskan bahwa Buni tidak menyebarkan status Facebook-nya. Status itu, kata dia, menjadi viral karena ada mekanisme di Facebook yang dapat menyebarkan status seseorang dengan sendirinya.

Baca: Kuasa Hukum Sebut Status Facebook Buni Yani Disebar Mesin Facebook

Sidang lanjutan praperadilan Buni akan kembali digelar pada hari Senin (19/12/2016) ini dengan agenda kesimpulan. Hakim Ketua Sutiyono akan memutuskan apakah permohonan praperadilan Buni diterima atau ditolak pada sidang dengan agenda putusan pada hari Rabu mendatang.

Kompas TV Polda Metro Sebut Penetapan Tersangka Buni Yani Sah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Anggap Pendaftaran Cagub Independen DKI Formalitas, Dharma Pongrekun: Mustahil Kumpulkan 618.000 Pendukung

Megapolitan
Resahnya Arya Naik JakLingko, Dapat Sopir Ugal-ugalan yang Tengah Diteror 'Debt Collector'

Resahnya Arya Naik JakLingko, Dapat Sopir Ugal-ugalan yang Tengah Diteror "Debt Collector"

Megapolitan
3 Jenazah Korban Kebakaran Kapal di Muara Baru Diketahui Identitasnya

3 Jenazah Korban Kebakaran Kapal di Muara Baru Diketahui Identitasnya

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tambah Fasilitas 'One Stop Service' untuk Calon Jemaah

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tambah Fasilitas "One Stop Service" untuk Calon Jemaah

Megapolitan
Polisi Sebut STIP Terbuka dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna yang Dianiaya Senior

Polisi Sebut STIP Terbuka dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Maling Motor di Tebet Sempat Masuk ICU gara-gara Dikeroyok Warga

Maling Motor di Tebet Sempat Masuk ICU gara-gara Dikeroyok Warga

Megapolitan
“Kalau Bung Anies Berniat Maju Pilkada DKI Lewat PDI-P, Silakan Daftar'

“Kalau Bung Anies Berniat Maju Pilkada DKI Lewat PDI-P, Silakan Daftar"

Megapolitan
Jelang Pilkada 2024, Satpol PP DKI Minta Parpol Izin Saat Pasang Alat Peraga Kampanye

Jelang Pilkada 2024, Satpol PP DKI Minta Parpol Izin Saat Pasang Alat Peraga Kampanye

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Kebut Persiapan, Prioritaskan Jemaah Lansia

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Kebut Persiapan, Prioritaskan Jemaah Lansia

Megapolitan
Tepergok Hendak Curi Motor, Maling di Koja 'Video Call' Ibunya Saat Diciduk Warga

Tepergok Hendak Curi Motor, Maling di Koja "Video Call" Ibunya Saat Diciduk Warga

Megapolitan
Kronologi Remaja Tikam Seorang Ibu di Bogor, Berawal dari Mabuk dan Panik

Kronologi Remaja Tikam Seorang Ibu di Bogor, Berawal dari Mabuk dan Panik

Megapolitan
Maju Pilkada DKI Jalur Independen, Dharma Pongrekun: Mau Selamatkan Rakyat

Maju Pilkada DKI Jalur Independen, Dharma Pongrekun: Mau Selamatkan Rakyat

Megapolitan
Dishub DKI Minta Warga Laporkan ke Aplikasi JAKI jika Temukan Jukir Liar di Minimarket

Dishub DKI Minta Warga Laporkan ke Aplikasi JAKI jika Temukan Jukir Liar di Minimarket

Megapolitan
Buntut Penganiayaan Taruna STIP, Desakan Moratorium hingga Penutupan Sekolah Menguat

Buntut Penganiayaan Taruna STIP, Desakan Moratorium hingga Penutupan Sekolah Menguat

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Tergolong Tindak Pidana, Dishub DKI Bakal Terapkan Sidang di Tempat

Jukir Liar Minimarket Tergolong Tindak Pidana, Dishub DKI Bakal Terapkan Sidang di Tempat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com