Lampu-lampu yang menggantung di bawah plafon awalnya adalah lampu-lampu bohlam berkaca putih susu. Kini telah diganti dengan lampu-lampu berbentuk limasan. "Lampu-lampu ini diganti 2-3 tahun lalu," ujar Agus.
Dua layar gulung multimedia terpasang di kiri-kanan altar di tambah dua layar televisi. "Tujuannya, antara lain, untuk menayangkan bagian kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama saat dibacakan, atau menayangkan syair dan notasi lagu gereja yang akan dan sedang dibawakan umat," tuturnya.
Berbeda dengan kondisi interiornya, eksterior gereja tersebut masih relatif orisinal sejak bagian muka gedung diubah tahun 1924. Enam bangunan kisi sirkulasi udara yang dibuat seolah muncul dari atas atap tak dibongkar meski tampaknya sudah tidak berfungsi lagi sejak AC dipasang di gereja.
Samping kiri-kanan dan bagian belakang gereja yang sebelumnya masih berupa tanah kosong kini dipenuhi bangunan berlantai tiga yang dibangun pada 1983. "Bangunan tambahan ini dimanfaatkan untuk mengadakan bermacam kegiatan, seperti sekolah minggu, dan latihan bermacam keterampilan," ujar Agus.
Yang tampak mengganggu tampilan indah gedung GKI Kwitang ini adalah dibuatnya atap tambahan di depan pintu masuk gereja. Atap ini berfungsi menghalangi tempias air hujan masuk ke dalam gereja. Sayang, bentuk dan bahan yang digunakan tak sesuai atau tidak memperkaya arsitektur gereja.
Pohon sederhana
Di masa-masa menjelang Natal seperti saat ini, GKI Kwitang turut memasang pohon Natal. Tahun ini, GKI Kwitang membuat pohon Natal yang dibuat dari susunan kipas-kipas kertas berbahan kertas koran bekas.
"Beberapa tahun terakhir ini kami membangun tradisi baru, membuat pohon Natal dari barang bekas. Harus selalu dari barang bekas. Sebab, kami ingin memaknai Natal dengan kesederhanaan di tengah industri Natal yang mahal dan hiruk-pikuk," tegas Pendeta Agus.
Tahun lalu pohon Natal dibuat dari susunan boneka anak-anak umat GKI Kwitang. "Kepada anak-anak saya berpesan, boneka yang akan kalian berikan sebaiknya justru boneka yang paling kalian sayangi. Sebab, kalian akan memberikan sesuatu yang terindah untuk Natal," tutur rohaniwan ini.
Saat rangkaian ibadah Natal selesai, pohon Natal itu dibongkar. Anak-anak pemilik boneka diajak ke sejumlah rumah yatim piatu. Di sana mereka menyerahkan sendiri boneka kesayangan mereka kepada kawan-kawan sebaya mereka yang tak lagi memiliki orangtua atau hidup sebatang kara.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Desember 2016, di halaman 27 dengan judul "Arti Kebinekaan dan Kesederhanaan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.