Warga tak dilibatkan
Sukiman (77), salah satu tokoh masyarakat di Dadap Ceng In, mengatakan, pada dasarnya dirinya setuju penataan kawasan ini. Namun, mereka protes karena dalam rencana penataan ini, warga sama sekali tidak dilibatkan.
"Sejak awal kami tidak dilibatkan. Kami cuma mendapat pemberitahuan, diajak pertemuan untuk rencana proyek pembangunan yang sudah jadi konsep dan disuruh pindah karena bangunan rumah kami akan diratatanahkan," tutur Sukiman.
Wahyudi (45), warga lainnya, mengatakan hal yang sama. "Wajar kami protes karena sudah puluhan tahun kami tinggal dan besar di tempat ini. Tahu- tahu, kami disuruh pindah begitu saja. Entar, kalau ditertibkan, kami harus ke mana? Kalau sudah ditertibkan, apakah ada jaminan kami dapat tinggal di rusun?" ujarnya, Sabtu pekan lalu.
Sejauh pengamatan, Sabtu, hanya satu-dua bangunan rumah warga yang masih berdiri di kawasan ini. Sebagian besar sudah rata dengan tanah. Puing-puing reruntuhan bangunan terserak di lokasi. Tampak juga sisa limpahan air menggenangi jalan yang juga akses penyambung dari arah laut menuju Kota Tangerang dan Jakarta.
"Memang sudah banyak bangunan yang dibongkar. Suasana di sana kondusif. Anggota kami masih tetap patroli di lokasi yang akan ditata itu," kata Kepala Polsek Teluknaga Ajun Komisaris Supriyanto, Senin (19/12).
Kawasan Dadap Ceng In merupakan perkampungan nelayan sekaligus daerah lokalisasi karena letaknya yang dekat dengan pantai utara (pantura) Jawa dan pendatang ramai datang ke sana. Lokalisasi Dadap sudah ada sejak akhir 1970-an hingga awal 1980-an.
Awalnya, daerah ini merupakan sawah. Namun, seiring dengan pembangunan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, banyak pekerja dan orang-orang yang menggantungkan hidupnya di sini. Kawasan ini juga semakin ramai karena adanya kampung nelayan. Lambat laun muncul tempat hiburan dan akhirnya jadi tempat prostitusi.
Kawasan Dadap sudah sejak lama dikenal sebagai hunian padat. Hal ini juga didasari banyaknya tempat usaha di sana, seperti pergudangan dan usaha lain yang menopang keberadaan bandara. Warga di sana umumnya pendatang, termasuk pekerja seks komersial, yang diperkirakan sama sekali bukan berasal dari Tangerang, melainkan dari pantura Jawa Barat. Nama Ceng In diambil dari seorang tokoh yang berpengaruh pada zaman dulu. Kali yang ada di kawasan itu dan mengalir ke laut juga diberi nama Ceng In.