Ia mengilustrasikan pedapatannya sekarang hanya 10 persen dibandingkan saat ia masih berjualan di trotoar dahulu.
“Bedanya 1 banding 10. Ya, mau bagaimana lagi, begitulah kalau pedagang kaki lima. Dulu waktu diminta mundur, kami sama-sama mundurin lapak. Harus siap kalau ditertibkan,” ujarnya.
Kenangan
Mansyur turut mengenang masa jayanya dulu. Ia bilang jatuh cinta dengan profesi ini tak sengaja.
Saat ia lulus dari sekolah teknik menengah, kakaknya mengajak untuk membantu usaha tanaman hias.
Sebagai lulusan teknik, ia malu untuk menguruk tanah dan mengurus tanaman. Akan tetapi, saat terpentok dengan sulitnya mendapat pekerjaan di Jakarta, tanaman hiaslah yang membantu ekonomi keluarganya.
“Saya mulai coba bantu kakak, dan mendapatkan fakta bahwa usaha ini menjanjikan. Tiap ada pembangunan rumah atau kantor di mana saja, pasti butuh tanaman hias. (Yang saja jual) ini adalah kebutuhan banyak orang dan akan terus begitu,” katanya lagi.
Dari situlah, ia menikmati menjadi pedagang tanaman hias. Bahkan, yang membuatnya selalu terkenang adalah kesempatan bertemu orang-orang penting.
Siapa sangka, dari profesi ini, ia bisa bertemu mulai dari pejabat sampai presiden.
“Yang datang orang-orang nomor satu. Soeharto, BJ Habibie, dan Gus Dur pernah datang. Bahkan tamu negara seperti Perdana Menteri Jepang juga pernah mengunjungi lapak dagang kami,” kata dia.
Namun, ia tak ingin kejayaan yang didapatkan dulu hanya tinggal kenangan. Saat ini, ia dan pedagang lainnya berharap pengelola punya cara untuk membantu mendatangkan banyak pengunjung.
“Kami pikir, (kami) butuh pendampingan. Acara pameran, misalnya, bisa membuat kami kembali dikenal,” ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.