Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jalu Priambodo

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian INSTRAT.

Menebak Kawan Koalisi di Putaran Kedua Pilkada DKI

Kompas.com - 17/02/2017, 11:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Seratus satu Pilkada di tahun 2017 telah berlangsung secara aman dan lancar. Masing-masing daerah telah memiliki gambaran siapa kepala daerah yang akan datang, kecuali DKI Jakarta.

Peraturan mengharuskan pemenang DKI Jakarta haruslah meraih suara di atas 50%. Sayangnya, ketiga calon yang berkompetisi tidak ada yang meraih angka tersebut. Pasangan Calon Ahok-Djarot dan Anies-Sandi dinyatakan sebagai pihak yang lolos untuk bertarung di putaran kedua. Pertanyaan selanjutnya, kemana partai pengusung Agus-Silvy akan berlabuh?

Sebelum sampai pada jawaban tersebut, mari kita perhatikan kembali peta koalisi partai politik di 101 pilkada tahun ini.

Jika diperhatikan, seluruh partai politik pernah melakukan koalisi satu sama lain. Memang hierarki penentuan kandidat di masing-masing partai tidak sama, ada yang cukup diputuskan di daerah ada yang harus diputuskan di pusat. Namun peta ini paling tidak dapat memberi gambaran tentang kedekatan partai politik secara keseluruhan dalam melakukan koalisi.

Lalu apa saja yang menarik dari data tersebut? Apakah peta koalisi ini dapat memberi gambaran kemana Partai Demokrat, PPP, PAN dan PKB akan berlabuh di putaran kedua DKI Jakarta? Mana koalisi yang paling memungkinkan terjadi? Mari kita simak satu persatu.

ist Gambar Peta Koalisi Partai Politik di Pilkada 2017. Persentase menunjukkan banyaknya koalisi yang terjadi dari 101 pilkada.
Pertama, Golkar merupakan partai yang paling banyak melakukan koalisi dengan seluruh partai politik. Keluwesan Golkar dalam melakukan koalisi mampu menghantarkan Golkar berkompetisi dalam 98 dari 101 Pilkada menurut data KPU.

Partisipasi ini menjadi yang paling banyak, mengalahkan PDI Perjuangan selaku partai penguasa yang meloloskan 90 pasangan calon di Pilkada.

Golkar paling banyak melakukan koalisi dengan Partai Nasdem, yakni sebanyak 49% di Pilkada tahun 2017. Ikatan koalisi ini merupakan yang terbanyak dibandingkan koalisi antar partai lainnya. Artinya dari 101 Pilkada, hampir setengahnya Golkar bergabung dengan Nasdem.

Hal ini dapat menunjukkan hubungan yang cukup baik antara kedua partai politik. Jika melihat ke sejarah pembentukan Partai Nasdem yang merupakan pecahan Partai Golkar, tentu ini juga merupakan indikasi adanya rekonsiliasi di tingkat elit kedua partai.

Kedua, PDI Perjuangan meski sering melakukan koalisi dengan berbagai partai namun agak jarang melakukan koalisi dengan Partai Gerindra dan PKS.

Dari 101 Pilkada PDIP hanya 23% berkoalisi dengan PKS dan 25% dengan Gerindra. Ini dapat menunjukkan bahwa sikap oposisi Gerindra dan PKS di tingkat pusat memiliki pengaruh dalam mencegah terjadinya koalisi dengan PDIP. Kompetisi sengit ini tentu akan kembali diperlihatkan dalam putaran kedua Pilkada DKI.

Ketiga, lalu bagaimana dengan prospek partai-partai di atas berkoalisi dengan Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN? Di sini letak menariknya.

PDIP cukup dekat dengan PAN, PKB dan PPP namun agak kurang dengan Partai Demokrat. Sementara itu Gerindra dekat dengan Demokrat, dan PKB namun jauh dengan PPP. PAN sendiri sebenarnya lebih dekat ke  PKS dibandingkan dengan Hanura, PKB dan PPP.

Keempat, mengingat gencarnya isu SARA dalam Pilkada DKI tahun 2017 ini, tentu publik juga bertanya bagaimana prospek adanya koalisi partai-partai Islam dalam menghadapi Paslon 2.

Jika melihat kembali pada peta koalisi Pilkada, ternyata di antara partai Islam sendiri tidak selalu melakukan koalisi. PAN dengan PPP hanya berkoalisi di 20% Pilkada, dengan PKB hanya 28%. Sementara itu PKS, PPP dan PKB melakukan koalisi masing-masing sebanyak 29%.

Angka ini jauh lebih sedikit dibandingkan koalisi masing-masing partai berbasis Islam tersebut dengan partai berbasis nasionalis.

Dari beberapa poin di atas, kita dapat menganalisa bahwa terjadinya koalisi partai di Pilkada lebih didasari pada pertimbangan taktis dibandingkan ideologis.

Partai yang sudah menyatakan diri sebagai oposisi cenderung akan bersama-sama, sedangkan partai yang masuk dalam pemerintahan juga cenderung akan bersama.

Partai berbasis Islam akan cenderung berkoalisi dengan partai berbasis nasionalis guna melengkapi kombinasi nasionalis relijius yang lebih diterima luas publik. Begitu juga sebaliknya, partai nasionalis membutuhkan dukungan kalangan relijius untuk memenangkan calonnya.

Menatap putaran kedua Pilkada DKI, dengan melihat peta koalisi tersebut, penulis memprediksikan bahwa peran negosiasi koalisi akan dimainkan oleh Partai Golkar.

Kelihaian Golkar dalam menjalin koalisi telah teruji di Pilkada. Golkar juga telah memiliki ikatan koalisi yang cukup banyak dengan Demokrat (42%) dan PAN (45%) di Pilkada 2017. 

Sementara itu, PDIP cenderung akan mengamankan ikatan dengan PAN, PPP dan PKB yang juga telah masuk dalam pemerintahan. PDIP sangat butuh klaim dukungan partai berbasis Islam guna meredam isu SARA. Bisa saja PDIP menggunakan kursi menteri di pemerintahan sebagai daya tawar.

Di kubu yang lain, Gerindra sepertinya akan cenderung mengamankan ikatan dengan PKB. Keduanya telah berkoalisi di 37% Pilkada. Sedangkan PKS sepertinya akan cenderung mengamankan ikatan dengan PAN yang telah berkoalisi di 30% Pilkada.

Baik Gerindra dan PKS juga memiliki ikatan koalisi yang dekat dengan Demokrat, PKS telah berkoalisi di 38% pilkada sedangkan Gerindra 35%.

Penentu utama koalisi tentu akan kembali pada Partai Demokrat. Posisi Demokrat sebagai pemimpin koalisi Agus-Silvy bersama PAN, PKB, dan PPP akan membuat suaranya paling didengar.

Meski cukup dekat dengan Golkar, namun Demokrat cukup jauh dengan PDIP. Hanya 29% koalisi yang dibuat di antara mereka. Ditambah dengan beberapa insiden yang terjadi selama putaran pertama, tentu tidak mudah bagi PDIP untuk meyakinkan Demokrat agar bergabung.

Demokrat bisa saja memilih PKS dan Gerindra yang lebih banyak memiliki ikatan koalisi dengan Demokrat.

Terlepas dari komposisi koalisi yang akan terbentuk di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta, penentu utama jatuhnya pilihan publik adalah kedua pasangan calon sendiri.

Partai menawarkan mesin pemenangan, namun sosok yang dipiih tetap kandidat Cagub dan Cawagub, bukan partai politik. Kemampuan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi dalam meraih simpati akan kembali diuji publik dalam waktu dua bulan ke depan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com