Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Buni Yani Tak Kunjung P-21, Ini Kata Komnas HAM

Kompas.com - 09/03/2017, 20:47 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kepolisian tengah menunggu Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menyatakan berkas Buni Yani dalam kasus UU ITE lengkap. Berkas ini sudah tiga kali dilimpahkan polisi ke Jaksa namun tak kunjung siap disidangkan.

"Sudah dilimpahkan ke Kejati Jabar. Sudah beberapa hari yang lalu. Kita tunggu kelanjutannya," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Wahyu Hadiningrat, Kamis (9/3/2017).

Terkait lamanya proses hukum Buni Yani, Komisioner Sub Komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Hafid Abbas mengaku tidak akan mengintervensi proses hukum yang tengah berlangsung atas kasus Buni Yani.

Beberapa waktu lalu, Buni Yani mengadukan kasusnya ke Komnas HAM dan Ombudsman RI. Hafid menggarisbawahi kaitan antara kasus Buni dengan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dijerat dengan penodaan agama.

Hafid mencatat sejumlah kasus serupa di masa lalu yang berjalan cepat tanpa berlarut-larut. Pertama adalah kasus Arswendo Atmowiloto yang mempublikasikan hasil surveinya di Tabloid Monitor pada 15 Oktober 1990.

Hasil survei itu menempatkan antara lain Presiden Soeharto di urutan pertama tokoh yang paling diidolakan masyarakat Indonesia, sedangkan Nabi Muhammad ada di urutan kesebelas.

Setelah polling terbit pada awal Oktober, terjadi protes yang besar, sehingga pada 22 Oktober 1990 kantor Arswendo didemo massa, Hanya lima hari kemudian, pada 27 Oktober 1990, Arswendo ditahan polisi.

Tidak berapa lama kemudian seluruh proses kasusnya diselesaikan oleh Kejaksaan dan Pengadilan dan Arswendo akhirnya menjalani hukumannya di LP Cipinang dan ia bebas pada 27 Desember 1995.

"Apabila kasus Arswendo dapat ditangani dan diselesaikan oleh aparat penegak hukum dengan cepat dan tuntas, mengapa kasus lain terkesan berlarut-larut," kata Hafid dalam keterangan tertulisnya, Kamis.

Kedua adalah kasus Permadi yang juga terkait dengan penodaan agama pada pertengahan 1994. Kasusnya berawal ketika Permadi menjadi pembicara dalam Panel Forum Lembaga Kepresidenan di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 28 April 1994.

Dalam forum itu, Permadi antara lain menyebutkan, kekuasaan besar akan mengubah seseorang menjadi diktator.

"Soekarno diktator, Soeharto diktator dan juga Nabi Muhammad adalah diktator," kata Permadi waktu itu.

Atas pernyataan itu, Permadi dinilai menghina Islam. Ia kemudian ditangkap dan ditahan dan diproses secara hukum dan akhirnya divonis untuk menjalani hukuman kurungan selama tujuh bulan di LP Yogyakarta.

"Semua proses hukum atas kasus Permadi berjalan lancar, cepat, tanpa ada kendala-kendala yang berarti," ujar Hafid.

Ia pun mencatat, kasus-kasus penistaan agama lainnya yang terjadi di Tanah Air dalam beberapa dekade terakhir kelihatannya cukup banyak dan amat beragam. Namun secara keseluruhan dapat diselesaikan dengan cepat dan tuntas oleh aparat penegak hukum.

"Masyarakat luas dapat menerima keputusan final dari seluruh proses hukum itu karena dinilai memenuhi rasa keadilan," ujar Hafid.

Hafid menyebut jika kasus Buni Yani dan Ahok dibiarkan berlarut-larut, maka akan merugikan citra negeri di mata dunia yang dapat berpengaruh terhadap aspek ekonomi, sosial, dan politik. Ia berharap berbagai pengalaman dan yurisprudensi kasus serupa dapat dijadikan telaah komparatif untuk mempercepat proses penyelesaian.

"Komnas HAM berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan cepat, tuntas dan terbebas dari segala bentuk intervensi dan diskriminasi sesuai dengan prinsip-prinsip supremasi hukum dan asas kesamaan di hadapan hukum," ujarnya.

Kompas TV Tersangka kasus Undang-Undang ITE, Buni Yani, mendatangi Komnas HAM. Buni Yani meminta mendapat keadilan yang setara di depan hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bule AS Kagum dengan Budaya Memberikan Kursi untuk Wanita di KRL: Ini Luar Biasa!

Bule AS Kagum dengan Budaya Memberikan Kursi untuk Wanita di KRL: Ini Luar Biasa!

Megapolitan
Tak Lagi di Dukuh Atas, Remaja 'Citayam Fashion Week' Pindah ke Kota Tua

Tak Lagi di Dukuh Atas, Remaja "Citayam Fashion Week" Pindah ke Kota Tua

Megapolitan
Aktor Rio Reifan Ditangkap Lagi, Polisi Amankan Sabu, Ekstasi, dan Obat Keras

Aktor Rio Reifan Ditangkap Lagi, Polisi Amankan Sabu, Ekstasi, dan Obat Keras

Megapolitan
Marak Penjambretan di Sekitar JIS, Polisi Imbau Warga Tak Pakai Perhiasan Saat Bepergian

Marak Penjambretan di Sekitar JIS, Polisi Imbau Warga Tak Pakai Perhiasan Saat Bepergian

Megapolitan
Sudah 5 Kali Ditangkap Polisi, Rio Reifan Belum Lepas dari Jerat Narkoba

Sudah 5 Kali Ditangkap Polisi, Rio Reifan Belum Lepas dari Jerat Narkoba

Megapolitan
Marak Kasus Pemalakan Sopir Truk, Polisi Rutin Patroli

Marak Kasus Pemalakan Sopir Truk, Polisi Rutin Patroli

Megapolitan
Sopir Truk Dipalak Rp 200.000 di Kapuk Muara, Pelaku Masih Diburu Polisi

Sopir Truk Dipalak Rp 200.000 di Kapuk Muara, Pelaku Masih Diburu Polisi

Megapolitan
Pesinetron 'Tukang Bubur Naik Haji' Rio Reifan Positif Sabu

Pesinetron "Tukang Bubur Naik Haji" Rio Reifan Positif Sabu

Megapolitan
Aktor Rio Reifan Ditangkap Kelima Kalinya, Lagi-lagi Kasus Narkoba

Aktor Rio Reifan Ditangkap Kelima Kalinya, Lagi-lagi Kasus Narkoba

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri, Sudah Tak di Manado Sejak 10 Maret karena Izin Kunjungi Kerabat

Brigadir RAT Bunuh Diri, Sudah Tak di Manado Sejak 10 Maret karena Izin Kunjungi Kerabat

Megapolitan
Rumah TKP Brigadir RAT Bunuh Diri Pernah Dimiliki Fahmi Idris, Lalu Kini Dihuni Bos Tambang

Rumah TKP Brigadir RAT Bunuh Diri Pernah Dimiliki Fahmi Idris, Lalu Kini Dihuni Bos Tambang

Megapolitan
Cara Daftar Online Urus KTP dan KK di Tangsel

Cara Daftar Online Urus KTP dan KK di Tangsel

Megapolitan
Preman Perusak Gerobak Bubur di Jatinegara adalah Warga Setempat

Preman Perusak Gerobak Bubur di Jatinegara adalah Warga Setempat

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Preman Perusak Gerobak Bubur Pakai Celurit di Jatinegara

Polisi Kantongi Identitas Preman Perusak Gerobak Bubur Pakai Celurit di Jatinegara

Megapolitan
Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com