Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pihak yang Dimintakan Syarat Tabungan Rp 25 Juta untuk Urus Paspor

Kompas.com - 17/03/2017, 13:33 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan berupa syarat tabungan Rp 25 juta bagi pemohon paspor baru yang mulai diberlakukan pemerintah, hanya ditujukan bagi orang-orang yang diduga kuat tenaga kerja ilegal.

Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Agung Sampurno membantah kebijakan ini mempersulit pembuatan paspor.

"Petugas wawancara di kantor imigrasi ketika menemukan indikasi kuat ada orang yang akan menjadi TKI non-prosedural, dapat dimintakan dokumen tambahan berupa rekening bank yang di dalamnya ada tabungan sejumlah itu Rp 25 juta)," ujar Agung kepada Kompas.com, Jumat (17/3/2017).

Syarat berupa bukti rekening koran itu tidak diminta ke semua orang. Agung memastikan petugas wawancara di kantor imigrasi memiliki kemampuan analisa data dan bahasa tubuh untuk membedakan calon TKI ilegal dengan yang bukan.

Selain itu, dalam banyak kasus ditemukan calon TKI ilegal biasanya tidak dilengkapi dengan dokumen resmi. Biasanya, mereka memalsukan KTP maupun dokumen kependudukan lainnya.

"Kalau pemohon paspor itu genuine traveler, pasti jelas identitasnya, tahu mau ke mana, tujuannya seperti apa, dan sebagainya," kata Agung.

Selain tujuan wisata dan kunjungan keluarga, Agung menyebut tujuan umroh dan haji sebagai modus yang paling sering digunakan TKI ilegal.

Untuk itu, Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM bekerja sama dengan Kementerian Agama agar Kantor Wilayah Agama setempat mengeluarkan dokumen tambahan yang menyatakan agen umroh atau haji yang memberangkatkan jamaah, bukanlah sindikat penyalur TKI ilegal.

"Ini modusnya berangkat 100 oleh travel agent, yang kembali hanya 10, sehingga perlu rekomendasi bahwa travel agent berlaku dan tercatat di Kemenag, ketika tidak tercatat maka ditolak," ujar Agung.

Selain bekerja sama dengan Kementerian Agama, Ditjen Imigrasi juga bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Luar Negeri, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dalam menjaring TKI ilegal. (Baca: Memahami Perbedaan Paspor Biasa dengan Paspor Elektronik)

BNP2TKI bertugas mengeluarkan rekomendasi TKI non-prosedural, Imigrasi akan mengahalau di penerbitan dokumen dan keberangkatan, kemudian Kementerian Luar Negeri melalui pengawasan oleh atase di negara tujuan.

Ketika disinggung soal celah sindikat mengakali tabungan berjumlah Rp 25 juta, Agung optimistis para petugas mampu menganalisa rekening koran orang yang dicurigai.

"Petugas kita bukan anak kecil, begitu lihat rekening mendadak Rp 25 juta, tapi ini orang tinggal di kampung, kalau sudah ketahuan tinggal ditolak, bisa dilaporkan polisi," ujarnya.

Kompas TV Pemalsuan dan penggandaan paspor dengan modus ingin bekerja di luar negeri, ternyata seringkali dilakukan oleh jaringan mafia pengirim TKI dengan cara mengelabui petugas imigrasi. Padahal, modus ini beresiko tinggi, khususnya bagi calon TKI, karena bisa membuatnya jatuh dalam jaringan perdagangan manusia. Bagaimana mencegahnya agar tidak lagi jatuh korban? Kita bahas bersama Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Rony F Sompie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi Mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli Gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Sowan ke Markas PDI-P Kota Bogor, PAN Ajak Berkoalisi di Pilkada 2024

Megapolitan
Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com