JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli psikologi sosial, Risa Permana Deli, menilai bahwa ucapan, yang disampaikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait Surat Al Maidah ayat 51 di Kepulauan Seribu, normal disampaikan individu sebagai mekanisme bertahan.
Menurut dia, Ahok menyampaikan hal tersebut tak lepas dari pengalaman buruknya terkait surat Al Maidah.
"Dia merujuk karena orang pernah membuat (Ahok) berada salam satu konteks terpojokkan dan dipakai oleh surat Al Maidah," kata Risa saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan penodaan agama dengan Ahok sebagai terdakwa di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2017).
(Baca juga: Ahli Psikologi Sosial: Ahok Tidak Gampang Trauma)
Risa menjadi saksi meringankan yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok. Ia menambahkan, pengutipan ayat 51 surat Al Maidah oleh Ahok, tak lain untuk menyuarakan kembali pengalaman buruk.
Adapun satu-satunya pengalaman buruk terkait pilkada yang Ahok ingat, kata Risa, berkaitan dengan surat Al Maidah.
"Menurut saya (ucapan Ahok) adalah mekanisme bertahan survival normal individu," ujar Risa.
Dalam kesempatan yang sama, Risa menjelaskan konteks ucapan Ahok jika dilihat sebagai nalar.
Menurut pengajar di Universitas Indonesia ini, nalar merupakan suatu hal yang tidak pernah disengaja dan dipelajari di sekolah.
Nalar dibentuk dari kebiasaan sehari-hari. Dari kegiatan itu, terjadi mekanisme berpikir dan diaktifkan kembali saat dihadapkan pada situasi tertentu.
"Saya pelajari dan ternyata polisi perlihatkan rentetan ucapan yang diucapkan Pak Basuki termasuk buku yang merujuk Al Maidah," kata Risa.
(Baca juga: Ahli Bahasa: Pidato Ahok Lebih Banyak Berisi Program Budidaya Ikan)
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu.
JPU mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.