Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siap Disidang, Buni Yani Anggap Kasusnya Terlalu Dipaksakan

Kompas.com - 06/04/2017, 10:55 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah berkas penyidikan Buni Yani dinyatakan lengkap atau P-21, Polda Metro Jaya rencananya akan melimpahkan berkas Buni Yani beserta barang bukti ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pekan depan.

Aldwin Rahardian, kuasa hukum Buni Yani, mengatakan kliennya siap disidang. Namun, ia masih merasa kasus Buni Yani terlalu dipaksakan.

"Buni Yani siap maju di pengadilan. Kalau sekarang sudah P-21 kami siap membuka keadilan ini sebenar-benarnya di proses pengadilan hanya beberapa proses yang kami anggap tidak sesuai aturan. Kami berharap Kejaksaan kalau tidak memenuhi unsur, ada ruang melalui Kejaksan mengentikan karena kasus ini mengada-ada, terlalu dipaksakan," kata Aldwin dalam wawancara khusus dengan Kompas TV, Rabu (5/4/2017).

Baca: Pekan Depan, Kasus Buni Yani Dilimpahkan ke Kejati Jabar

Aldwin menjelaskan banyak hal mengganjal dari kasus Buni yani selama proses penyidikan. Pertama, jika dibanding dengan kasus Ade Armando yang sama-sama terjerat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), polisi lebih 'gesit' menyelidiki kasus Buni Yani.

Kasus Ade Armando akhirnya dihentikan meski Ade sempat menyandang status tersangka.

"Bagaimana Buni Yani ahlinya dicarikan, seminggu sekali dilakukan penyidikan, sementara Ade Armando lebih memenuhi unsur (pidana)," kata Aldwin.

Kedua, bolak-balik berkas membuat Aldwin sangsi kliennya melakukan tindak pidana. Buni Yani ditetapkan tersangka pada November 2016.

Berkasnya dikembalikan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta karena belum lengkap, kemudian dikembalikan untuk kedua kalinya karena "salah alamat".

Setelah dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, polisi masih memperbaiki lagi, dan barulah dinyatakan lengkap pekan lalu.

"Dari tanggal 19 Desember dikembalikan ke penyidik, ada waktu 14 hari dari proses pengembalian itu meurut KUHAP. Nah ini dia sudah lewat, artinya ketika 9 Januari ada pemeriksan tambahan 1 kali, jadi ilegal," ujar Aldwin.

Aldwin menyinggung Peraturan Jaksa Agung Nomor 36 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum yang menyatakan setelah batas 14 hari lewat, maka pengambilan berita acara pemeriksaan (BAP) tambahan tidak diperkenankan.

Aldwin menyebut kliennya masih bolak-balik dimintai keterangan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya meski tak ada bukti baru.

Baca: Barang Bukti Buni Yani Sempat Mau Diperlihatkan di Sidang Ahok

Terakhir, Aldwin menyebut Kejaksaan Tinggi Jawa Barat sempat melakukan ekspose atau gelar perkara. Aldwin menilai dengan adanya ekspose, berarti ada ruang yang tidak cukup matang dari para penegak hukum.

Ia berharap proses persidangan nanti akan memihak kliennya. "Beberapa ahli dari polisi diajukan tidak ada yang mengatakan Buni Yani melakukan tindak pidana, tapi kok masuk peradilan? Ya kami siapkan," kata Aldwin.

Sementara itu, Muannas Al Aidid dari Komunitas Advokat Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja) yang pertama kali melaporkan Buni Yani, menilai bolak-balik berkas adalah hal yang biasa.

Ia mengatakan jika memang ada prosedur yang dilanggar penyidik, harusnya Buni Yani menang dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Muannas mengaku siap mengawal proses persidangan Buni Yani hingga tuntas. Ia meyakini kegaduhan kasus penodaan agama yang menjerat Ahok, diakibatkan oleh Buni Yani yang mengunggah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu disertai keterangan yang memprovokasi.

"Menurut saya kalau kuasa hukum mengatakan ngawur, dipaksakan silakan saja, tapi jangan lupa Buni Yani tersangka ada empat alat bukti menjerat, ternyata Buni Yani masih ngeyel kemudian praperadilan setelah itu PN Jaksel menolak," kata Muannas.

Buni Yani dijerat Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang penyebaran informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA. Buni Yani akan disidangkan di Pengadilan Negeri Depok sesuai domisilinya.

Kompas TV Kuasa Hukum: P-21 Berkas Buni Yani Terlalu Dipaksakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Bakal Maju di Pilkada Depok, Imam Budi Hartono Klaim Punya Elektabilitas Besar

Megapolitan
Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Seorang Pria Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar

Megapolitan
74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

74 Kelurahan di Jakarta Masih Kekurangan Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Denda Rp 500.000 Untuk Pembuang Sampah di TPS Lokbin Pasar Minggu Belum Diterapkan

Megapolitan
Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan 'OTT'

Warga Boleh Buang Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu pada Pagi Hari, Petugas Bakal Lakukan "OTT"

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com