JAKARTA, KOMPAS.com - Mungkin tak ada yang mengira ada tanah seluas 3,4 hektar yang terletak di antara pelabuhan Tanjung Priok dan peti kemas, yang jadi persemayaman seorang tokoh bernama Mbah Priok dan keturunannya.
Gapura di sebelah Jakarta International Container Terminal (JICT) bergambar periuk (pemasak nasi) menjadi penandanya.
Melewati gapura itu, Anda akan melintasi jalan masuk beraspal yang terasa masih baru. PT Pelindo II baru saja membuat jalan masuk itu.
Di dalam, pengunjung akan disambut oleh halaman luas untuk parkir dengan toko-toko penjual suvenir serba Arab, juga makanan dan minuman ringan di sisi-sisinya. Di ujung lahan luas itu, ada sebuah gapura lagi yang menyambut para peziarah.
Mereka di berbagai pelosok Indonesia yang mencintai Habib Sting dan orangtuanya, selalu berkunjung dan memadati tempat ini setiap hari.
Baca: Ahok Anggap Keturunan Mbah Priok sebagai Keluarganya
Untuk masuk berziarah ke makam Mbah Priok, pengunjung harus mengambil wudhu di kamar mandi gratis yang terletak sebelum pintu masuk.
Ketika melangkah ke dalam, banyak ibu-ibu, bapak-bapak, maupun anak-anak sedang tidur-tiduran di lantainya yang dingin.
Mereka yang berdoa dan mengaji di tempat ini memang dibebaskan tidur, minum, dan mandi secara cuma-cuma. Tak dipungut biaya sepeser pun, termasuk parkir.
Namun jika ingin beramal dan menyumbang untuk pembangunan, bisa memasukkan uang ke kotak amal.
Pembangunan memang tampak di sana-sini semenjak kerusuhan penggusuran pada 14 April 2010 silam. Meski demikian, para peziarah seperti tak terganggu dengan pembangunan ini.
Mereka asyik minum air barokah, air terjun buatan yang diyakini membawa berkah bagi peminumnya.
Air itu mengucur dari atas dan juga dari keran, bisa diminum dengan gelas yang disediakan, maupun dibawa pulang dengan menggunakan botol sendiri.
Baca: Cerita Ahok soal Cepatnya Penyelesaian Lahan Makam Mbah Priok