Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PT KCJ: Penumpang KRL Harus Kerja Sama dan Saling Toleransi

Kompas.com - 18/05/2017, 15:55 WIB
Sherly Puspita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Vice President Manager Komunikasi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Eva Chairunnisa mengatakan, kepadatan yang terjadi di dalam KRL di jam-jam sibuk tak dapat dihindari.

"Karakteristik kenapa disebut kereta 'commuter' adalah karena mereka itu beraktifitas di jam yang sama. Sehingga pada waktu-waktu tertentu akan terjadi kepadatan yamg luar biasa," ujar Eva kepada Kompas.com, Kamis (18/5/2017).

Menurutnya kondisi ini tak hanya dialami para pengguna commuter line di Indonesia. Ia menyebutkan, di jam-jam sibuk di negara lain pun mengalami kondisi yang sama.

"Bahkan ada salah satu negara di Asia juga pada saat jam padat, dia itu ada petugas yang khusus untuk mendorong orang masuk dalam kereta," lanjutnya.

Di Jakarta, tambahnya, PT KCJ sebenarnya telah melakukan berbagai macam usaha untuk meningkatkan kapasitas angkut kereta dengan tujuan menciptakan layanan yang lebih nyaman.

"Kalau untuk meningkatkan kapasitas angkut itu kan dua ya, membeli kereta, kemudian menambah perjalanan. Nah, itu sudah kita lakukan secara konsisten," kata dia.

Baca: Berebut Duduk di KRL, Dua Perempuan Jambak-jambakan

Eva menjelaskan, jika dilihat dari data perjalanan kereta, pada tahun 2013 KCJ hanya melayani sebanyak 470 perjalanan kereta saja setiap harinya.

Namun tahun ini, terhitung perjalanan kereta sudah mencapai 918 perjalanan setiap harinya dan mampu mengangkut lebih dari 1 juta penumpang setiap hari.

"Jadi udah dua kali lipatnya ya, nah kemudian kenapa masih padat juga? karena memang penumpangnya terus meningkat. Artinya kalau kepadatan itu gak bisa dihindari, jadi memang pasti akan terjadi kepadatan," ujarnya.

Eva mengimbau, untuk menciptakan kenyamanan di dalam kereta, Ia meminta para penumpang dapat bekerjasama dengan tak membuat keributan di dalam kereta.

Baca: Penumpang KRL di Gerbong Wanita Egois

"Penumpangnya harus bekerja sama, tidak menimbulkan keributan, ikuti tata tertib, bertoleransi dengan penumpang lain, sehingga masalah kecil, itu tidak perlu diributkan," kata dia.

Jika hal ini dilakukan, menurutnya kondisi di dalam kereta di jam-jam padat penumpang akan menjadi lebih kondusif

"Misalnya seperti merasa terdorong, meributkan tempat duduk, karena yang namanya kita bertransportasi publik, itu artinya kita tidak sendirian di situ. Pasti ada orang lain, penumpang lain sehingga harus bertoleransi," ucapnya.

Kompas TV Petugas Stasiun Tiongkok Gagalkan Aksi Percobaan Bunuh Diri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com