Jika tidak cermat, kita tidak bakal menyadari ada bangunan-bangunan baru. Padahal, selama kurun 2006-2007, Lembaga Eijkman mendirikan empat bangunan, yaitu laboratorium dengan keselamatan hayati tingkat 3 (BSL 3), mushala, menara air, dan tempat istirahat pengemudi. Semuanya dibuat semirip mungkin dengan rancangan bangunan asli, antara lain pada pola lengkung, ornamen tiang, dan variasi lubang ventilasi.
Orde Baru
Restorasi gedung Lembaga Eijkman bermula dari kesadaran pemerintah Orde Baru pada awal 1990-an. Saat itu, disadari dibutuhkannya suatu lembaga penelitian biomedis yang mampu mendayagunakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang biologi molekul sel. Bioteknologi kala itu jadi salah satu prioritas kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Presiden ketiga RI yang saat itu menjabat Menteri Riset dan Teknologi, BJ Habibie, menyeleksi orang yang akan membidani pendirian lembaga biologi molekuler tersebut. Didapatkanlah nama Sangkot Marzuki. Pemerintah lalu berpikir di mana lembaga itu bakal didirikan.
"Sempat terpikir mendirikan di Puspiptek (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan, Banten), pusat dari segala teknologi" ujar Herawati. Namun, Sangkot dan tim menyodorkan gedung yang pernah ditempati Lembaga Eijkman.
Gedung ini saksi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dunia bidang kedokteran. Nama ilmuwan perintis yang menonjol adalah Christiaan Eijkman, peraih Nobel tahun 1929. Ia meraih anugerah bergengsi dunia itu karena risetnya di Batavia menunjukkan, penyakit beri-beri bukan akibat mikroba, melainkan kekurangan vitamin B1. "Jadi, beliau (Habibie) bilang oke," kata Herawati.
Sangkot jadi direktur pertama Lembaga Eijkman setelah lembaga itu dihidupkan kembali.
Lembaga Eijkman berdiri pada 1888. Awalnya bernama Laboratorium voor Pathologische Anatomie en Bacteriologie (laboratorium penelitian patologi dan bakteriologi) dan berlokasi di rumah sakit militer yang sekarang Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Eijkman adalah direktur pertama laboratorium itu.
Laboratorium itu berkembang pesat menjadi pusat penelitian terkemuka, termasuk setelah ditinggalkan Eijkman yang pulang kampung dan kemudian lembaga itu dipimpin para penerusnya. Namanya berubah menjadi Laboratorium Kedokteran dan pada 1916 pindah ke gedung baru di Salemba.