Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riwayat 490 Tahun Jakarta, Kontroversi, dan Tantangannya pada Hari Ini

Kompas.com - 22/06/2017, 10:16 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
– Hari ini, Kamis (22/6/2017), Jakarta bertambah tua. Terhitung sejak penaklukan Fatahillah atas Sunda Kelapa yang hendak berkongsi dengan Portugis, Jakarta pada hari ini sudah berusia 490 tahun.

Penentuan 22 Juni sebagai hari lahir Jakarta, dalam banyak referensi memang disebut berasal dari hari penaklukan Fatahillah tersebut. Pada hari itu 490 tahun lalu, Sunda Kelapa sebagai nama wilayah diganti menjadi Jayakarta.

Jejak nama lama tinggal bersisa sebagai nama pelabuhan, yang ada sampai sekarang. Meski begitu, keberadaan wilayah ini yang berpenghuni dan beraktivitas disebut sudah ada sejak abad ke 12, setidaknya merujuk buku Jakarta: a History karya Suzan Abeyasekere—belakangan dikenal sebagai Suzan Blackburn.

Kontroversi tentang hari lahir Jakarta juga berkisar soal hari penaklukan tersebut. Adalah Husein Djajadiningrat, penulis Ensiklopedi Jakarta, yang antara lain memberikan perhitungan penanggalan berbeda untuk peristiwa yang sama.

Menurut Husein, kajian atas catatan yang bisa ditemukan untuk periode sejarah masa itu mendapati pengaruh besar penggunaan paduan penanggalan Jawa dan Islam. Penanggalan juga menggunakan perhitungan masa panen.

Hitung punya hitung, perubahan nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta itu Husein perkirakan bertepatan dengan 9 Juli 1527 atau 17 Juli 1527. Versi lain menyebut kemungkinan peristiwa yang sama ini terjadi antara rentang 17 Desember 1527 hingga 4 Januari 1527.

Salah satu gedung tua di Jalan Kali Besar Timur, kawasan Kota Tua, Jakarta, Jumat (15/5). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya untuk membenahi kawasan dan merevitalisasi bangunan di Kota Tua agar layak dinobatkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO. KOMPAS/RADITYA HELABUMI Salah satu gedung tua di Jalan Kali Besar Timur, kawasan Kota Tua, Jakarta, Jumat (15/5). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya untuk membenahi kawasan dan merevitalisasi bangunan di Kota Tua agar layak dinobatkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.

Adapun peran Jakarta sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan seperti terlihat sampai sekarang dimulai pada 1619. Tepatnya semenjak kompeni menduduki wilayah yang saat itu di bawah kendali Banten.

Setidaknya, pada 1620 berdiri balai kota pertama di sini, di Kali Besar yang sekarang ada di kawasan Glodok, Jakarta Barat. Kota Lama yang masih bisa dilihat sampai sekarang juga bermula pada periode tersebut.

Sebelumnya, baik Sunda Kelapa maupun Jayakarta bukanlah kota paling penting di tanah Pulau Jawa. Pusat kekuasaan waktu itu ada di Bogor, Demak, Banten, dan Cirebon. Adapun pusat perekonomian untuk kawasan yang sekarang disebut Indonesia dan sekitarnya pada waktu itu berada di Malaka.

Sesudah Portugis menaklukkan Malaka pada 1511, satu kapal mereka merapat ke Pelabuhan Sunda Kelapa pada 1522. Mereka berniat membangun benteng di tepi barat Ciliwung. Sebagai gantinya, Portugis harus membeli seribu karung lada per tahun dari penguasa Sunda Kelapa.

Ikatan perjanjian dibuat dengan penguasa lokal yang waktu itu berafiliasi dengan Kerajaan Pajajaran. Perjanjian tersebut diabadikan dalam wujud prasasti dan dikenal sebagai Padrao, saat ini tersimpan di Museum Nasional Indonesia.

Namun, perjanjian ini tak pernah terealisasi pada akhirnya, keburu kompeni Belanda tiba.

Tantangan Jakarta

Waktu kompeni merapat dan menaklukkan Jayakarta, penduduk wilayah ini sekitar 10.000 jiwa. Perkembangan Jakarta sejak itu, bisa ditengok di Museum Fatahillah, yang dulu bernama Museum Sejarah Jakarta.

Museum ini merupakan bekas balaikota kedua di Batavia—nama baru dari kompeni untuk Jayakarta—yang berdiri pada 1627.

Kelompok kesenian ondel-ondel Bintang Saroja asal Rawamangun tampil menghibur wisatawan sekaligus mengamen di kawasan wisata kota tua di depan Museum Fatahillah, Jakarta, Minggu (27/3/2011).KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Kelompok kesenian ondel-ondel Bintang Saroja asal Rawamangun tampil menghibur wisatawan sekaligus mengamen di kawasan wisata kota tua di depan Museum Fatahillah, Jakarta, Minggu (27/3/2011).

Melompat ke kondisi pada hari ini, Jakarta telah dihuni oleh lebih dari 10 juta jiwa. Itu belum menghitung jutaan komuter yang tiap hari pergi pulang dari wilayah penyangga di seputar wilayah provinsi DKI Jakarta. Tantangan yang dihadapi Jakarta pun bertambah.

Dari sisi ekonomi, 70 persen perputaran uang nasional disebut terjadi di Jakarta. Kantor-kantor pusat perusahaan besar pun cenderung ada di sini. Pusat pemerintahan juga digerakkan dari kantor-kantor di Jakarta.

Halaman:


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com