JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai mengerjakan program bedah rumah dengan menggunakan dana coorporate social responsibility (CSR) pada April 2017.
Ada lebih dari 80 rumah di Cilincing Utara yang masuk dalam program bedah rumah Pemprov DKI.
Kriteria rumah yang dibedah ialah pemilik rumah harus berasal dari masyarakat tidak mampu. Kini, rumah-rumah tersebut selesai dibedah.
Kendati demikian, sejumlah warga mengeluhkan hasil akhir pengerjaan bedah rumah tersebut. Sebab, kondisi rumah berbeda dari yang mereka harapkan.
Salah satunya adalah Sulastri yang mengatakan bahwa rumahnya kini hanya memiliki satu kamar.
"Kemarin ada tiga kamar, tetapi jadinya cuma satu saja sekarang, tetapi ya meski begitu tetap bersyukur," ujar Sulastri kepada Kompas.com di rumahnya, Kamis (6/7/2017).
Padahal, anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut cukup banyak. Mau tidak mau, Sulastri bersama beberapa anggota keluarga lainnya tidur tanpa kamar.
(Baca juga: Warga Keluhkan Jumlah Kamar Tidur Jadi Hanya Satu Setelah Bedah Rumah)
Rumah yang selesai dibedah juga tidak memiliki sekat-sekat. Selain itu, tidak ada plafon yang menjadi pembatas antara ruangan dan atap.
Warga lainnya, Marlina, mengatakan bahwa ruangan menjadi gerah ketika matahari sedang terik.
"Panas sih iya, apalagi kalau hujan waduh suaranya. Tapi meski begitu tetap bersyukur bisa diperbaiki rumahnya. Dulu pendek (rendah) rumah saya, sering banjir. Sekarang tidak lagi," ujar Marlina.
Selain itu, ada keluhan-keluhan terkait pemasangan listrik. Sebab, rumah yang baru belum dipasangi listrik.
Meski demikian, beberapa warga tetap merasa bersyukur dengan program ini. Seperti Dani yang menceritakan bahwa rumah milik ayah mertuanya yang kini dia tempati terbilang sangat tidak layak huni sebelum dibedah.
Jika hujan, air hujan dengan mudah masuk ke dalam rumah dari atas genteng yang bocor. Rumah itu juga kerap banjir jika musim hujan.
Rumah itu juga terbilang tidak sehat untuk anak-anak. Sementara itu, saat ini kondisi rumah seluas 47 meter persegi tersebut sudah jauh berbeda setelah dibedah.
Atap rumah telah diganti dengan baja ringan. Lantainya juga sudah ditinggikan untuk menghindari banjir. Lantai yang dulunya dari semen telah diganti dengan keramik.
"Dulu rumah enggak nyaman, kebanjiran, enggak bersih, sangat memprihatinkan. Kayaknya dari semua rumah yang dibedah, rumah saya yang paling parah," ujar Dani.
Perubahan drastis terhadap rumah itu sangat berpengaruh terhadap interaksi anggota keluarga mereka.
(Baca juga: Warga Keluhkan Program Bedah Rumah, Djarot Minta Mereka Bersyukur)
Dani menceritakan, sebelum rumah itu dibedah, ayah mertuanya tinggal sendirian di sana. Anak-anak dan keluarga anak-anak ayah mertuanya, termasuk Dani, tinggal dikontrakan.
Cucu dari ayah mertuanya itu juga tidak terlalu akrab dengan sang kakek. Bahkan ada cucu yang masih kecil takut berinteraksi dengan kakek mereka.
Saat Lebaran misalnya, anak maupun cucu dari ayah mertuanya hanya sebentar berkunjung. Itu karena rumah itu terbilang sangat tidak nyaman.
Namun, saat ini keadaannya jauh lebih baik. Anak-anak dan cucu ayah mertuanya tinggal bersama di rumah yang telah dibangun kembali itu.
Para cucu jadi akrab dengan kakek mereka. "Bapak Alhmadulillah sudah dekat, malah cucunya sekarang sayang banget. Dulu jauh karena belum kenal, belum mau dekat," ujar Dani.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sudah mendengar keluhan terkait kondisi rumah yang sudah dibedah.
Djarot tidak ingin warga penerima program bedah rumah lepas tangan terhadap renovasi rumahnya. Djarot ingin warga ikut bergotong royong untuk membuat rumah mereka layak huni.
"Jadi ada gotong royong dari pemilik rumah. Tidak misalnya pemilik rumah menerima program ini ya sudah Alhamdulillah, kemudian rumah dibangun, kemudian mereka masuk, terus ongkang-ongkang semuanya sudah terpasang rapi. Mana unsur pendidikannya?" ujar Djarot.
Djarot mengatakan, program bedah rumah tidak bisa disamakan dengan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh perusahaan properti.
Warga menerima bantuan ini karena kondisi rumah mereka yang tidak layak. Djarot ingin ada semangat gotong royong dalam program ini.
Artinya, penerima bantuan bedah rumah tidak hanya menunggu rumahnya selesai dibangun, tetapi juga ikut membantu perbaikan rumah mereka.
(Baca juga: Djarot Tak Ingin Peserta Bedah Rumah Hanya Ongkang-ongkang Kaki )
Djarot pun meminta warga untuk mensyukuri rumah baru mereka. "Masa mau gratisan semua? Nilai untuk bangun membantu mereka berapa kalau mau hitung-hitungan, berapa puluh juta? Masa enggak ada rasa bersyukurnya?" ujar Djarot.