Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Simalakama Sistem Satu Arah di Depok

Kompas.com - 08/09/2017, 08:24 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com - Sejak akhir Juli 2017, sistem satu arah (SSA) mulai diuji coba di dua ruas jalan di Depok, yakni di Jalan Dewi Sartika dan Jalan Nusantara.

Penerapan SSA di kedua jalan ini kemudian dilanjutkan dengan penerapan sistem yang sama di Jalan Arif Rahman Hakim pada pertengahan Agustus.

Setelah sekitar sebulan berjalan, uji coba penerapan SSA di tiga ruas jalan ibarat buah simalakama.

Di satu sisi, sistem ini dinilai berhasil menekan tingkat kemacetan di Depok. Namun, di sisi lain, penerapannya menyebabkan penurunan omzet para pedagang yang berjualan di Jalan Dewi Sartika.

Kondisi inilah yang membuat para pedagang berunjuk rasa di depan Balai Kota Depok pada Kamis (7/9/2017).

(Baca juga: Kenapa Pedagang Menganggap Sistem Satu Arah di Depok Merugikan?)

Dalam aksinya, massa meminta Wali Kota Depok Idris Abdul Somad menghentikan penerapan SSA di Jalan Dewi Sartika.

Sebab, massa beralasan bahwa sejak SSA mulai diuji coba akhir Juli 2017, omzet usaha mereka menurun.

Salah seorang perwakilan pedagang, Toro, menilai bahwa menurunnya omzet disebabkan laju kendaraan yang melintas di Jalan Dewi Sartika jadi meningkat.

Kondisi inilah yang dianggap para pedagang membuat pengguna jalan enggan untuk singgah berbelanja.

"Karena dengan lajunya kendaraan yang enggak terkendali, boro-boro mau mampir," kata Toro saat ditemui usia aksi unjuk rasa, Kamis siang.

Selain meningkatnya laju kendaraan, Toro menganggap menurunnya omzet penjualan disebabkan tidak bisanya kendaraan dari arah timur (Jalan Siliwangi) dan arah selatan (Jalan Kartini) melintas di Jalan Dewi Sartika.

Seperti diketahui, SSA di Jalan Dewi Sartika diperuntukan bagi kendaraan dari arah barat (Sawanngan) ke timur.

Sementara itu, kendaraan dari arah timur yang hendak ke barat harus memutar di Jalan Margonda, Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Nusantara.

"Kalau pembeli yang dari arah timur pasti malas mau ke Dewi Sartika karena harus mutar. Mending mereka langsung ke Pasar Kemiri Muka," ujar Toro.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Perhubungan Kota Depok Gandara Budiana menilai, apa yang terjadi terhadap pedagang di Jalan Dewi Sartika merupakan imbas dari penyesuaian pola pergerakan masyarakat terhadap hal baru yang mereka temui.

"Tentunya ketika terjadi perubahan pola pergerakan, masyarakat tentunya tidak serta merta mereka bisa seperti sebelumnya. Ada pola perilaku baru," kata Gandara di Balai Kota Depok, Kamis siang.

(Baca juga: Kadishub Depok: Masyarat Akan Terbiasa dengan Sistem Satu Arah)

Namun, Gandara menyatakan, perubahan pola tersebut hanya berlangsung sementara. Ia yakin, saat nantinya masyarakat terbiasa dengan SSA, pergerakannya akan bisa menyesuaikan kembali.

"Tentunya kalau semua berjalan seperti yang diharapkan, kalau ada orang ingin beli di suatu tempat tertentu maka merekaa akan tetap jalan ke sana. Walaupun memutar, tetapi waktu tempuhnya lebih cepat," ujar Gandara.

Hasil evaluasi

Ada tiga paramater yang digunakan dalam evaluasi terhadap penerapan SSA di Depok, yakni kecepatan kendaraan, waktu tempuh, dan panjang antrean.

Dari tiga paramater tersebut, kata Gandara, semuanya menunjukkan adanya peningkatan terhadap kinerja jaringan jalan di Depok.

"Kita melihatnya kinerja jaringan jalannya secara keseluruhan, bukan dari satu titik lokasi saja," kata dia. 

Dalam hal waktu tempuh, Gandara menyebut saat ini rata-rata waktu tempuh kendaraan yang melintas di ruas jalan yang menjadi lokasi penerapan SSA maupun jalan lain yang terdampak berkisar 65-55 menit dari sebelumnya 85-80 menit.

(Baca juga: Penerapan Sistem Satu Arah di Depok Dinilai Mampu Urai Kemacetan)

Sementara itu, dalam hal kecepatan, kata dia, saat ini kecepatan rata-rata kendaraan meningkat menjadi 16-17 kilometer per jam, dari sebelumnya 12-14 kilometer per jam.

Adapun rata-rata panjang antrean kendaraan di persimpangan-persimpangan jalan yang menjadi lokasi penerapan SSA maupun jalan lain yang terdampak sudah berkurang menjadi 500 meter dari sebelumnya 1.000-2.000 meter.

"Karena kinerja jaringan jalannya semakin meningkat, maka kita harapkan setelah uji coba ini kebijakannya bisa dilanjutkan," ujar Gandara.

Pemkot Depok masih akan terus melakukan evaluasi untuk memutuskan lanjut atau tidaknya sistem ini.

Kompas TV Antrean panjang mulai dari simpang Gadog menuju Puncak hingga akhirnya petugas kepolisian memberlakukan sistem satu arah di jalur itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com