Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Modus Pengusaha Online Shop Hindari Pajak yang Tercium Bea Cukai

Kompas.com - 25/09/2017, 12:30 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Kepala Kantor Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Erwin Situmorang, menceritakan berbagai modus yang digunakan penumpang Warga Negara Indonesia dari luar negeri untuk menghindari bayar pajak atas barang-barang yang mereka beli.

Hal ini disampaikan untuk menjelaskan tentang video penumpang yang mengeluh tas mahal dari luar negeri miliknya dikenai bea masuk sesampainya di Indonesia, beberapa waktu lalu.

"Contohnya, mereka bilang tas yang dipakai Hermes yang bisa sampai Rp 400 juta dan kalau dibeli di Indonesia kena Ppn, mereka ngakali. Mereka beli baru di sana, tapi mereka pakai, sampai di sini digabungkan dengan semua bungkusnya lalu dijual lagi," kata Erwin saat dihubungi Kompas.com, Senin (25/9/2017).

Menurut Erwin, modus seperti itu banyak dilakukan oleh pengusaha online shop asal Indonesia.

Baca: Beli Tas di Luar Negeri, Bea Cukai Curigai Modus Pengusaha Online Shop

Mereka memanfaatkan salah satu poin dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188 Tahun 2010 tentang batasan harga barang yang dikenakan bea masuk, yang tertera keterangan barang dibebaskan dari bea masuk selama itu menjadi kebutuhan pribadi yang bersangkutan. Peraturan itu sudah diberlakukan sejak tahun 2010 silam.

Poin aturan tersebut yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku usaha online shop. Mereka membeli barang di luar negeri, lalu disarukan seakan-akan barang itu untuk pribadi.

Baca: Heboh Bawa Tas Mahal Ditagih Bea Masuk, Sri Mulyani Bantah Aturan Diperketat

Ketika tiba di Tanah Air, barang tersebut dijual kembali berikut dengan kelengkapannya, seperti dus dan bukti pembayaran.

"Barang yang mahal, ditenteng dia, tapi di dalam kopernya ada dusnya, kayak begitu. Dia bawa jam tangan, dipakai di tangannya tetapi di dalam kopernya kami lihat ada kotaknya, dan ada bukti pembelian juga. Kemudian dia minta tax refund dari negara tetangga sana," kata Erwin.

Baca: Beli Tas Bermerek di Luar Negeri Ditagih Pajak Jutaan Rupiah, Ini Penjelasannya

Erwin menyebutkan, dari total rata-rata WNI yang tiba dari luar negeri per hari, yaitu 31.600 orang, pihaknya baru melakukan penegakkan aturan tersebut terhadap 50-an penumpang, yang jika dipersentasekan di bawah 0,1 persen.

Pihaknya juga memiliki metode tertentu untuk memantau serta mengecek apakah barang yang dibeli memang untuk dipakai sendiri atau dijual lagi, dengan bantuan profiling dan pemeriksaan mesin X-ray.

Adapun batasan harga barang yang dibebaskan dari bea masuk adalah barang dengan harga di atas 250 dollar AS per individu dan 1.000 dollar AS per keluarga. Jika lebih dari itu, penumpang akan dikenakan bea masuk tergantung barang impor apa yang dibawa masuk, dengan besaran tarif dari 0 sampai lebih dari 100 persen.

Kompas TV Pemerintah hanya memperketat aturan yang sudah lama terbit, yaitu pengenaan bea masuk dan pajak barang tertentu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com