Jaka berujar, tak semua gerakan lalu lintas yang telah dilatih, digunakan di lapangan. Gerakan "berhenti" dan "maju" merupakan dua gerakan yang paling sering digunakan untuk mengatur lalu lintas.
Menjadi supeltas, kata Jaka merupakan profesi yang cukup berbahaya. Jaka menceritakan, dia dan supeltas lainnya cukup sering hampir ditabrak oleh mobil mewah yang memaksa untuk melaju melewati putaran dan enggan untuk berhenti. Padahal saat itu kendaraan yang ingin berputar dari arah berlawanan cukup padat.
Baca juga : Anies: Pak Ogah Ide yang Menarik, Akan Kami Kaji dan Buat Tim Kecil
Jaka juga mengaku pernah ditendang dan dimaki oleh seorang oknum yang menggunakan seragam loreng-loreng tanpa tahu sebabnya.
"Kadang-kadang kami ini kena risiko. Mobil kami tahan supaya enggak maju, tapi dia kencang. Pernah juga ditendang mirip-mirip anggota, maki-maki katanya minggir kalau dia lewat. Pokonya orang kaya dan anggota lah yang susah banget diatur di jalan," ujar Jaka.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan, 500 sukarelawan pengatur lalu lintas (supeltas) atau yang dikenal dengan sebutan "Pak Ogah" sudah mulai bekerja sejak akhir Oktober 2017.
Pembentukan supeltas dilakukan untuk membantu polisi dalam mengurai kemacetan di sejumlah persimpangan dan perputaran padat kendaraan. Para supeltas diberikan pelatihan lalu lintas oleh para Polantas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.