Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangisan Asma Dewi yang Merasa Difitnah Polisi...

Kompas.com - 21/02/2018, 07:52 WIB
Nursita Sari,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Terdakwa Asma Dewi dituntut 2 tahun penjara dan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Dewi dinilai terbukti melanggar Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia dinilai telah menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kebencian.

Atas tuntutan tersebut, Dewi dan pengacaranya membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (20/2/2018).

Dalam pleidoinya, Dewi menceritakan kembali saat polisi menangkapnya pada September 2017.

Dia juga menceritakan tuduhan polisi yang menyebut dirinya mentransfer dana Rp 75 juta ke kelompok Saracen, pengunggah konten berisi ujaran kebencian dan hoaks. Padahal, menurut Dewi, aliran dana itu tak terbukti.

Dia juga mengaku tidak pernah tahu Saracen dan kegiatan yang dilakukan kelompok itu. Dewi merasa jadi korban perundungan (bullying) akibat tuduhan polisi itu.

"Saya di-bully di medsos (media sosial) bukan karena postingan Facebook saya 2016, tetapi karena saya difitnah polisi sebagai Saracen," ujar Dewi saat membacakan nota pembelaan.

Baca juga: Asma Dewi Mengaku Menulis Rezim Koplak karena Kecewa Harga Daging Mahal

Jaksa juga tidak menyebutkan keterlibatan Dewi di kelompok Saracen dalam dakwaannya. Dewi justru didakwa menyebarkan informasi di akun Facebook-nya yang bisa menimbulkan kebencian.

Dia merasa bingung akan dakwaan tersebut. Menurut Dewi, saat mengunggah informasi tersebut pada 2016, dia merasa tidak ada kebencian yang timbul dan orang-orang tak mengenalnya.

Dia merasa banyak dikenal orang dan di-bully setelah dikaitkan dengan kelompok Saracen.

"Pada 2016, keadaan aman dan tidak ada yang kenal siapa Asma Dewi dan tidak ada yang mem-bully dan membenci saya," katanya.

Selain itu, Dewi memaparkan maksud informasi yang diunggahnya di Facebook yang dinilai dapat menimbulkan kebencian, salah satunya soal frase "rezim koplak".

Menurut Dewi, "rezim koplak" merupakan ungkapan kekecewaannya terhadap pemerintah. Dia menulis "rezim koplak" untuk mengomentari harga daging mahal dan pemerintah tidak memberikan solusi.

Ia menulis komentar itu terkait berita seorang menteri yang menyuruh warga makan jeroan apabila tidak sanggup membeli daging.

"Padahal, kita tahu jeroan banyak menyebabkan penyakit. Itu pun sebabnya di luar negeri jeroan dibuang. Di situ saya memberikan komentar terjadi rezim koplak, di luar negeri dibuang, di sini disuruh makan rakyatnya," kata Dewi.

Halaman Berikutnya
Halaman:



Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com