Eretan berukuran 2x10 meter itu dioperasikan secara bergantian oleh tujuh orang yang tinggal tak jauh dari lokasi eretan. Salah satu awak eretan tersebut adalah Safei.
Sudah hampir 30 tahun Safei menggantungkan hidupnya di atas perahu eretan. Ia sendiri tak mengetahui pasti kapan eretan tersebut mulai beroperasi.
"Kami mah dulu cuma nerusin aja pekerjaan dari temen, terus keterusan sampai sekarang. Lagian ga tau juga mau kerja apa lagi," kata Safei saat ditemui Kompas.com, Kamis (15/3/2018).
Tak ada mesin, dayung, atau layar yang membantu Safei mengoperasikan perahu tersebut. Ia hanya mengandalkan tambang sepanjang puluhan meter yang membentang di atas sungai.
Safei menuturkan, penghasilannya sebagai penarik eretan terbilang lumayan. Walau tak mau menyebut angka, ia mengatakan bisa menyekolahkan anaknya lewat uang hasil menarik eretan.
"Setidaknya masih cukup lah buat makan dan anak sekolah, setiap bulan juga masih bisa ngirim ke kampung," kata Safei. Ia mengatakan kedua anaknya kini sudah duduk di bangku sekolah menengah dan tinggal bersama ibu mereka.
Meskipun begitu, ia mengatakan bahwa dirinya bisa meraup uang dari para penumpangnya hingga ratusan ribu Rupiah. Namun, uang itu mesti dibagi kepada rekan-rekannya.
"Di sini kan kita hidup bareng-bareng, jadi harus dibagi juga. Kadang kalau perahu bocor atau rusak ya kita ganti pakai uang itu juga," kata Safei.
Sudah menarik eretan sejak 1989, Safei menuturkan tak jarang musibah terjadi menimpa penumpangnya. Ia menyebut ada beberapa penumpang yang terpeleset hingga tercebur ke sungai dan hanyut hingga tepian sungai. "Alhamdulillah-nya semua selamat," katanya.
Meskipun begitu, kehadiran eretan tersebut juga dapat menjadi bukti minimnya infrastruktur yang telah disediakan. Hal itu dikemukakan oleh Zainal, salah seorang pengguna eretan.
"Harapan saya sih pemerintah bangun jembatan lah. Berasa juga pulang pergi Rp 4.000 dipakai lima tahun udah berapa juta tuh? Cuma ya ketimbang muter jauh akhirnya saya pilih pakai eretan," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.