Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Stop Pemakaian Air Tanah yang Dimulai dari Rumah Mewah Sandiaga

Kompas.com - 22/03/2018, 08:08 WIB
Jessi Carina,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengampanyekan penghentian penggunaan air tanah untuk gedung dan rumah-rumah.

Khusus untuk rumah, berdasarkan catatan PAM Jaya, baru 60 persen warga Jakarta yang menggunakan air PAM di rumah mereka. Sisanya, menggunakan sumber air lain, yaitu air tanah.

Dari 40 persen itu, rumah mewah Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Jalan Pulombangkeng menjadi salah satunya.

Selama ini, Sandiaga dan keluarganya menggunakan air tanah sehari-hari. Padahal, mereka juga sudah memiliki saluran air PAM.

"Saya baru mendapat kabar walaupun malu-malu, distrik di sini manajernya melaporkan di sini tadi, bahwa selama dia bekerja di sini, konsumsi air di rumah ini nol. Nol, berarti kan hampir 100 persen diambil dari tanah," ujar Sandiaga di rumahnya Jalan Pulombangkeng, Kebayoran Baru, Rabu (21/3/2018).

Baca juga : Saat Sandiaga Potong Sendiri Pipa Air Tanah Rumahnya di Kawasan Elite

Dia menyadari apa yang telah dilakukannya dan keluarga berdampak buruk bagi alam. Permukaan tanah akan turun jika air di dalamnya digunakan terus menerus. Penggunaan air tanah ini juga berdampak buruk bagi keluarga Sandiaga sendiri.

Sebab, ternyata septic tank di rumahnya bocor dan membuat limbah di dalamnya menyebar. Limbah itu mengontaminasi sumber air tanah yang digunakan Sandiaga.

Akibatnya, air tanah yang selama ini digunakan Sandiaga untuk mandi tercemar bakteri e-coli sebanyak 10.000 per 100 cc. Itu merupakan angka yang melebihi batas normal.

Oleh karena itu, Sandiaga memutuskan untuk berhenti menggunakan air tanah. Kemarin, dia memotong sendiri pipa air tanah yang menjadi saluran air rumahnya selama ini.

"Kami akhirnya bilang kalau di kantor sudah mulai, berarti yang di rumah juga. Saya bilang ke Pak Erlan (Dirut PAM Jaya), yuk, kita mulai di rumah saya. Kita totalitas, potong pipa air tanahnya," ujar Sandiaga.

Ia sudah dua hari menggunakan air PAM hingga kemarin. Selama dua hari itu, dia telah menggunakan air 34 meter kubik. Dia tidak heran dan menyadari penggunaan air di rumahnya memang besar.

"Sebab, orang yang ngawal saya saja sudah 20, mereka mandi di sini. Terus ada kolam renang juga di belakang," katanya.

Kampanye ke tetangga

Sandiaga merasa miris karena kawasan elite seperti rumahnya masih menggunakan air tanah. Padahal, banyak pejabat yang tinggal di kawasan Senopati dan bertetangga dengan Sandiaga.

"Rumah pejabat banyak menteri di sini, banyak juga. Ada seorang wagub juga di daerah sini dan ada gubernur juga tapi bukan gubernur DKI, gubernur BI di sini juga," kata Sandiaga.

"Di sini menunjukan bahwa daerah yang paling kayaknya daerah elit, enggak sadar terhadap pemakaian air PAM," ucap dia.

Baca juga : Ajak Tetangga Stop Pakai Air Tanah, Sandiaga Mau Lari Keliling dan Bagikan Pamflet

Sandiaga ingin menjadi contoh bagi tetangganya dan warga Jakarta untuk berhenti menggunakan air tanah.

Oleh karena itu, dia bertekad untuk membagikan pamflet untuk tetangganya saat lari pagi. Dia ingin semua pengguna air tanah bisa menyadari perbuatan tidak bertanggung jawab itu. Bahwa mereka telah sembrono terhadap alam sendiri.

"Saya tercerahkan, mudah-mudahan ini bisa menginspirasi yang lain juga," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com