Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan GBK yang Sempat Ditolak Gubernur Jakarta...

Kompas.com - 10/07/2018, 09:57 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Stadion Utama Gelora Bung Karno yang dibangun untuk Asian Games 1962 sempat menuai polemik soal lokasinya.

Dalam buku Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno (2004), Julius Pour menulis Presiden Soekarno sebenarnya berharap kompleks olahraga itu dibangun di dekat pusat kota yakni sekitar Jalan Thamrin dan daerah Menteng.

Pilihannya antara lain Bendungan Hilir, Karet, dan Pejompongan. Jakarta sendiri kala itu masih seperti kampung besar.

Belum ada jaringan jalan raya yang menghubungkan kota, pun gedung-gedung pencakar langit. Bahkan master plan kota dan land use planning pun Jakarta tak punya.

Baca juga: Riwayat Stadion Utama GBK dan Ambisi Soekarno

Gagasan membangun sports complex di kawasan Bendungan Hilir ditolak Gubernur DKI Jakarta Soemarno Sosroatmodjo. Alasannya, daerah Bendungan Hilir sudah padat penduduk.

Pembangunan di kawasan itu bisa menyebabkan dana pembangunan bengkak karena harus membebaskan tanah dan memindahkan penduduk. Soemarno menyarankan, kompleks olahraga dibangun di Rawamangun yang saat itu masih banyak lahan kosong.

Maka suatu sore pada 1959, Soekarno mengajak arsitek kenamaan kala itu, Frederik Silaban, untuk terbang dengan helikopter kepresidenan mengelilingi Jakarta.

Soekarno waktu itu menunjuk Dukuh Atas sebagai lokasi kompleks olahraga. Namun usulan ini ditentang oleh Silaban yang meyakini bakal ada kemacetan jika kompleks olahraga dibangun di Dukuh Atas.

Selain itu, Dukuh Atas yang dibelah aliran Sungai Grogol juga berpotensi banjir. "Di sana kita kan bisa membikin sebuah terowongan," kata Soekarno, yang ngotot ketika itu.

Baca juga: Kini Kompleks GBK Senayan Lebih Indah

Silaban kemudian meminta helikopter terbang lebih jauh ke selatan. Di atas Senayan, barulah terbayang sebuah kawasan olahraga yang bisa dihubungkan dengan Monas dan pusat pemerintahan di Menteng, dengan sebuah jalan lurus yang kelak dinamai Jalan Jenderal Sudirman.

Sejak tahun 1959, Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) mulai mendekati warga yang bermukim di Kampung Senayan. Senayan saat itu merupakan kampung di pinggiran Jakarta, bersebelahan dengan Kampung Petunduan, Kampung Kebun Kelapa, serta Bendungan Hilir yang juga masuk dalam lokasi pembangunan seluas kurang lebih 300 hektar.

Nama Senayan dipilih lantaran wilayahnya paling luas dan kampung ini lah yang semua permukimannya tergusur.

Atas nama kepentingan bangsa, 60.000 lebih warga berangsur-angsur merelakan tanahnya untuk kemudian direlokasi ke Tebet, Slipi, dan Ciledug.

Kompas TV Tahap renovasi pun sudah memasuki fase final untuk menyambut kegiatan yang akan digelar pada 18 Agustus mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com