JAKARTA, KOMPAS.com - Penderita kanker payudara HER2 positif, Juniarti, resmi menggugat Presiden Joko Widodo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/7/2018). Gugatan itu diterima dengan nomor perkara 552/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel.
Selain Jokowi yang menjadi tergugat 1, ada tiga pihak lain yang ikut digugat yakni Menteri Kesehatan Nila F Moeloek sebagai tergugat 2, BPJS Kesehatan sebagai tergugat 3, dan Dewan Pertimbangan Klinis Kemenkes sebagai tergugat 4.
Juniarti menggugat Jokowi dan tiga pihak lainnya karena BPJS Kesehatan tetap menghentikan penjaminan obat kanker Trastuzumab atau Herceptin.
Obat ini sebelumnya dijamin penyediaannya, tetapi BPJS menghentikan penjaminan obat kanker tersebut sejak 1 April 2018.
"Yang kami minta, satu, berikan kesempatan kepada klien kami untuk masuk kembali ke akses pengobatan sebagaimana mestinya. Yang kedua, batalkan surat penghentian obat tersebut yang dikeluarkan oleh Dewan Pertimbangan Klinis," ujar kuasa hukum Juniarti, Rusdianto Matulatuwa, usai mendaftarkan gugatan di PN Jakarta Selatan.
Baca juga: Pasien Kanker Gugat Jokowi, Wapres Akan Minta Penjelasan BPJS
Gugatan yang kedua, kata Rusdianto, diharapkan bisa membantu pasien-pasien kanker payudara HER2 positif lainnya yang juga memerlukan Trastuzumab yang harganya Rp 25 juta itu.
"At least, itu bisa membuka peluang kepada mereka yang bernasib sama dengan klien kami untuk menikmati obat tersebut, tanpa harus dirong-rongi dengan kata-kata mahal," kata dia.
Gugatan yang dilayangkan Juniarti termasuk onrechtmatige overheidsdaad, yakni gugatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa.
Rusdianto menyampaikan, Jokowi ikut digugat karena dia merupakan penanggung jawab BPJS.
"Mengacu pada undang-undang BPJS, di situ disebutkan secara tegas bahwa penanggung jawab BPJS itu adalah presiden," ucap Rusdianto.
Awal mula diketahui kanker payudara
Penyakit yang diderita Juniarti berawal pada Desember 2017, ketika keluarga melihat dia mengalami pembengkakan kelenjar getah bening di leher sebelah kanan.
Baca juga: Digugat Pasien Kanker, Begini Tanggapan BPJS Kesehatan
Sebulan kemudian, Juniarti datang ke Puskesmas Duren Sawit, Jakarta Timur, untuk memeriksakan diri.
Dokter puskesmas kemudian merujuknya ke bagian spesialis penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih, Jakarta Timur.
Di RSUD Budhi Asih, dokter yang memeriksa Juniarti mencurigai benjolan tersebut adalah kanker.
Pada awal Februari 2018, Juniarti dirujuk ke RS Persahabatan, Jakarta Timur.
Di RS Persahabatan ini, Juniarti menjalani biopsi atau pengambilan jaringan pada leher kanannya. Hasilnya, dia positif menderita kanker.
Menurut hasil pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi (PA) RS Persahabatan, kanker ini sudah menyebar dengan dugaan sumber utama berasal dari payudara.
Untuk memastikan dugaan itu, dokter yang menangani mengirimkan hasil pemeriksaan tersebut ke bagian laboratorium PA rumah sakit untuk diperiksa lebih teliti dengan pemeriksaan Imuno Histo Kimia (IHK).
Baca juga: Obat Kanker Tak Lagi Dijamin, Keluarga Pasien Somasi Jokowi dan Dirut BPJS
Pada 10 Mei 2018, hasil IHK menunjukkan Yuniarti dinyatakan menderita kanker payudara HER2 positif yang sudah mengalami penyebaraan dan berada di stadium 3B.
Pada 24 Juni 2018, dokter memberikan tiga resep obat kemoterapi dan satu obat lain, yakni Herceptin atau Trastuzumab.
Permasalahan muncul ketika apotek RS Persahabatan menolak resep Trastuzumab dengan alasan sejak 1 April 2018, obat ini dihentikan penjaminannya oleh BPJS Kesehatan.