JAKARTA, KOMPAS.com - Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2018 sudah dimulai.
Prosesnya dimulai dengan pembahasan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Selasa (28/8/2018).
Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta mengkritik tajam rancangan anggaran tersebut. Sebab terjadi ironi dalam rancangan anggaran perubahan ini.
Baca juga: Daftar 8 BUMD DKI yang Ajukan PMD Total Hampir Rp 11 Triliun
Hal utama yang disoroti adalah soal penyertaan modal daerah (PMD) untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI yang membengkak.
"Banggar mempertanyakan kenapa anggaran untuk PMD begitu besar dari sebelumnya Rp 5,9 triliun di APBD penetapan 2018, sekarang menjadi Rp 10,9 triliun di APBD perubahan," ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana yang memimpin rapat hari itu.
Pengajuan ini berlawanan dengan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Sandiaga Uno saat masih menduduki jabatan wakil gubernur.
Baca juga: 8 BUMD Ajukan Suntikan Dana Hampir Rp 11 T
Anies dan Sandiaga membuat kebijakan untuk tidak memberikan PMD bagi BUMD.
Ini dilakukan agar BUMD tidak bergantung pada pemerintah. BUMD dituntut kreatif mencari sumber pendanaan dari sektor lain di luar APBD.
Di sisi lain, ketika Pemprov DKI berencana menganggarkan triliunan rupiah untuk BUMD, program-program pembangunan justru dicoret.
Baca juga: DPRD Akan Tolak Permintaan Suntik Modal yang Diajukan BUMD DKI
Ini menjadi ironi pertama dalam rancangan anggaran perubahan ini.
Sebagai contoh, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman mencoret anggaran pembangunan 3 rusun. Akhirnya tidak ada pembangunan rusun baru pada tahun ini.
Kemudian anggaran pembangunan prasarana sungai sistem aliran timur, pembangunan waduk atau situ, pembangunan saluran di Jakarta Utara, dan jembatan di beberapa wilayah ikut dicoret.
Baca juga: Bestari: Bukannya BUMD Disuruh Mandiri, Kok Ini Minta PMD Sampai Rp 1 Triliun?
"Sehingga ada satu pendapat di mana anggaran perubahan ini tidak memadai untuk meneruskan roda pembangunan di 2018," ujar Sani, sapaan akrab Triwisaksana.
Program BUMD tak relevan
Anggaran program pembangunan yang dicoret seolah begitu saja dialihkan ke PMD.
Di saat itu terjadi, sayangnya program yang akan dijalankan BUMD dengan PMD itu malah tidak relevan dengan kepentingan masyarakat.
Contohnya pengajuan PMD untuk PT Jakarta Propertindo yang digunakan untuk LRT fase II seperti skema pada fase I.
Baca juga: Dua BUMD DKI Minta Rp 1 Triliun untuk Rusun DP Rp 0
Padahal, kata Sani, skema fase I sudah dikritik Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Selain itu, anggarannya juga lebih dari Rp 1 triliun.
"Kegiatan pembangunan di Jakpro seperti LRT memakan Rp 1,8 triliun sendiri. Kegiatan strategis seperti seharusnya bisa pakai skema pembiayaan lain, misalnya tender investasi. Itu disoroti tajam," kata Sani.
Baca juga: BUMD Mana Lagi yang Dirutnya Akan Diganti?
PMD untuk PAM Jaya juga dipertanyakan karena besaran PMD yang diajukan mencapai Rp 1,2 triliun.
Salah satunya digunakan untuk pembangunan pipa distribusi. Sani mengatakan ini harus dipastikan bahwa pemasangan pipa dilakukan untuk warga berpenghasilan rendah.
Anggota banggar lainnya, Iman Satria menilai PMD Rp 11 triliun itu akan lebih bermanfaat jika dipindahkan ke SKPD lain.
Baca juga: Anggota DPRD DKI Ini Tak Setuju Rapat RW Ada Pendamping dan Uang Transpor
"Masa Rp 11 triliun untuk bisnis, komersil lagi? Itu, kan, ada risiko untung-rugi. Iya kalau untung, bisa berbalik ke PAD (pendapatan asli daerah), kalau rugi? Kalau bersentuhan langsung dengan masyarakat, bangun saja sekolah banyak-banyak. Biar jadi itu enggak ada masalah lagi, lebih mengena," ujar Iman.
Nilai anggaran yang membengkak
Dalam rapat, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah memaparkan nilai anggaran yang diusulkan KUPA-PPAS 2018.
Nilainya bertambah banyak dari penetapan APBD 2018 sebelumnya.
"Ada kenaikan dari Rp 77,1 triliun, di anggaran perubahan ini akan menjadi Rp 83,2 triliun. Terjadi kenaikan Rp 6,1 triliun," ujar Saefullah.
Baca juga: DPRD DKI Kritik APBD-P 2018 Tak Bersentuhan Langsung dengan Masyarakat
Peningkatan ini karena banyak pengeluaran pembiayaan yang dialokasikan untuk PMD BUMD tadi.
Namun, lagi-lagi ironi.
Bertambahnya pengeluaran itu tidak sebanding dengan target pendapatannya. Pemprov DKI malah menurunkan target pendapatan di APBD-P 2018.
Baca juga: Anggota DPRD Minta Ada Anggaran Glondongan buat Pokir
Awalnya target pendapatan adalah Rp 66 triliun, kini menjadi Rp 65 triliun.
Sementara itu, sisa lebih penggunaan anggaran (silpa) APBD tahun lalu sebesar Rp 13 triliun. Sampai sore kemarin, Banggar belum mendapat penjelasan mengenai hal ini dari pihak eksekutif.
Hari semakin sore, semakin banyak anggota Dewan yang mengkritisi rancangan anggaran itu. Sampai akhirnya Triwisaksana memutuskan men-skors rapatnya hingga Rabu (29/8/2018).
Baca juga: DPRD DKI Mulai Bahas Rancangan Anggaran Perubahan 2018 Hari Ini
Rabu ini, jajaran SKPD diminta memberikan jawaban-jawaban atas kritik itu dalam forum rapat yang sama.
Sani mengatakan pihaknya akan memutuskan memberikan PMD kepada BUMD atau tidak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.