JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta mengkritik habis rencana pemberian penyertaan modal daerah (PMD) untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Dalam rapat rancangan Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) 2018, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov DKI Jakarta diminta penjelasan mengenai PMD itu.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah kemarin menjelaskan alasan Pemprov DKI mengajukan PMD hampir Rp 11 triliun untuk delapan BUMD.
Suntikan dana itu bertujuan untuk mempercepat pemenuhan kebutuhan masyarakat, salah satunya yakni kebutuhan akan rumah.
"Semangatnya adalah semangat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang layak. Bagaimana proses ini bisa dilakukan percepatan setelah kita lakukan analisa, maka pola PMD akhirnya jatuh menjadi pilihan," ujar Saefullah, dalam rapat badan anggaran di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Rabu (29/8/2018).
Baca juga: Daftar 8 BUMD DKI yang Ajukan PMD Total Hampir Rp 11 Triliun
Saefullah mengakui, semula BUMD DKI didorong untuk mandiri. Namun Pemprov DKI berubah pikiran sejak melihat pembangunan sarana prasarana Asian Games 2018 yang dikerjakan BUMD DKI, seperti pembangunan equestrian, velodrome, dan LRT fase I tahap I.
Pembangunan sarana prasarana itu lebih lancar dibandingkan jika anggaran pembangunannya dimasukan dalam anggaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Oleh karena itu, rapat pimpinan Pemprov DKI akhirnya memutuskan memberi suntikan PMD kepada BUMD untuk membangun sarana prasarana yang dibutuhkan masyarakat dengan cepat. Apalagi waktu yang tersedia untuk menyerap anggaran perubahan tidak begitu lama.
Baca juga: Anggota DPRD Heran Pemprov DKI Lebih Percaya BUMD daripada SKPD untuk Lakukan Pembangunan
Kritik sana sini
Jawaban Saefullah itu membuat anggota Dewan heran. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta Neneng Hasanah mengatakan, jawaban Saefullah menunjukkan bahwa Pemprov DKI lebih percaya BUMD ketimbang SKPD sendiri.
"Menyikapi tadi jawaban Pak Sekda, saya lihat Pak Sekda kayaknya lebih percaya dengan BUMD daripada SKPD ini. Pak Sekda lebih percaya dengan BUMD untuk mengerjakan rumah kebutuhan masyarakat," kata Neneng.
Anggota Banggar lainnya, Pandapotan Sinaga, mempertanyakan apakah ada kajian bahwa BUMD bisa melakukan pembangunan lebih cepat dari SKPD.
Pandapotan berpendapat seharusnya BUMD fokus pada program yang bermanfaat bagi kepentingan bisnis mereka agar untung.
Baca juga: Kalau Begini, Kelas Camat yang Jadi Dirut BUMD Juga Bisa...
"Pemerintah kan wajib menyediakan fasilitas perumahan ke warganya. Lalu kenapa bukan pemerintah kita yang pegang? Kenapa tidak Dinas Perumahan? Kenapa malah BUMD yang sedianya kita tugaskan untuk cari duit?" ujar dia.
Bahkan satu per satu BUMD dikuliti. PD Pembangunan Sarana Jaya dikritik kenapa menggunakan dana APBD lewat PMD untuk membangun rumah DP 0. Kemudian PT Jakpro juga ditanya alasannya tidak mencari sumber pendanaan di luar APBD.
PD Dharma Jaya dikritik karena terus menerus minta PMD, meski selalu rugi. PD PAM Jaya juga dikritik karena minta PMD sampai Rp 1,2 triliun padahal banyak warga miskin belum mendapat akses air bersih.
Pada akhirnya, rapat dilanjutkan ke tingkat komisi. Keputusan akhir mengenai PMD ini akan ditentukan pekan depan. Tepatnya ketika rancangan KUPA-PPAS ini ditetapkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.