Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro dan Kontra soal Banyaknya Plt di Pemprov DKI Jakarta

Kompas.com - 27/09/2018, 08:10 WIB
Jessi Carina,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dipimpin oleh seorang pelaksana tugas (Plt) semakin banyak. Kini jumlahnya sudah mencapai 12 SKPD.

Banyak kekhawatiran yang muncul dengan banyaknya Plt itu. Fraksi PDI-P misalnya, khawatir adanya Plt akan memengaruhi penyerapan anggaran.

Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2018 baru mencapai 47,7113 persen hingga Rabu (26/9/2018) kemarin. Besaran anggaran yang terserap hingga kini baru Rp 33,9 triliun dari total Rp 71,1 triliun APBD DKI 2018.

Baca juga: Ketua DPRD DKI: Posisi Plt Bikin Pejabat Bermain Aman Tanpa Terobosan

Sementara Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik menjelaskan, tidak ada hubungannya Plt dengan penyerapan anggaran. Secara kewenangan, Plt punya hak yang sama dengan kepala dinas definitif.

"Tidak ada hubungannya Plt dengan penyerapan anggaran. Sebenarnya begini, penyusunan program dan penyerapan itu enggak ada hubungannya dengan Plt atau tidak Plt. Kan tinggal jalankan saja sistemnya," kata Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Rabu.

Beda halnya dengan pelaksana harian atau Plh. Taufik mengatakan Plh memang memiliki keterbatasan kewenangan administrasi. Sebab Plh tidak bisa mengajukan anggaran atau kegiatan baru dalam pembahasan anggaran. Selain itu seorang Plh tidak bisa menandatangani sejumlah dokumen.

"Kecuali pelaksana harian (Plh), itu baru ada keterbatasan administrasi," tambah Taufik.

Bukan soal kewenangan

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi membenarkan bahwa kewenangan Plt sama dengan kepala dinas. Namun dia tetap melihat ada hubungan antara adanya Plt dengan penyerapan anggaran.

Baca juga: M Taufik: Tak Ada Hubungannya Plt dengan Penyerapan Anggaran

Kaitannya bukan soal kewenangan administrasi melainkan soal psikologis Plt tersebut.

Menurut dia, seorang Plt tidak akan bisa membuat terobosan di SKPD karena merasa bukan pejabat definitif. Seorang Plt juga akan lebih hati-hati karena tidak mau tersandung masalah saat mengisi jabatan sementaranya.

"Kalau suatu saat dia diganti dan pada masa pengganti baru ada masalah, dia akan kena juga. Jadi dia akan hati-hati dan jadi safety player," ujar Prasetio.

Kondisi banyaknya Plt seperti saat ini mulai terjadi sejak perombakan jabatan pada 5 Juli lalu. Jumlah Plt bertambah banyak dengan adanya perombakan lagi pada 25 September ini.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan Pemprov DKI ingin membuka kesempatan bagi pejabat lain untuk ikut seleksi kepala SKPD.

"Mengapa Plt? Karena proses penetapannya, kami akan memberikan kesempatan kepada para pejabat untuk mengikuti proses seleksi. Selama proses seleksi, tidak bisa ditetapkan pejabat," ujar Anies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com