JAKARTA, KOMPAS.com - Aliran Kanal Banjir Timur (KBT) tepatnya yang terletak di RW 06 Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, sempat ditutupi busa berwarna putih, Rabu (5/10/2018) lalu.
Saat itu, busa putih tersebut terus-menerus keluar dan mengikuti aliran KBT.
Ismail (45) petugas UPK Badan Air Suku Dinas Lingkungan Hidup (Sudin LH) Jakarta Timur mengatakan, busa putih ini terus menerus keluar sejak sebulan terakhir.
"Sudah sebulan ini busanya, cuma kurang tahu ini dari mana" ujar Ismail, di lokasi, Rabu (3/10/2018).
Penyebab aliran berbusa
Plt Kepala UPK Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Andono Warih menyebut, timbulnya busa di aliran KBT Cibesel disebabkan oleh limbah rumah tangga dan limbah kegiatan usaha.
Baca juga: Aliran KBT Cibesel Memunculkan Busa Putih
"Yang pasti limbah rumah tangga karena kita semua cuci dan mandi itu semua, kan, dilepas ke saluran dan akhirnya akan bermuara di sungai-sungai besar termasuk KBT," ujar Andono, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (5/10/2018).
"Tapi, memang tak menutup kemungkinan dari kegiatan usaha yang menggunakan detergen tinggi itu kan, kayak cucian mobil, motor, laundry," sambung dia.
Andono menyebut, kondisi air di KBT yang mengandung detergen justru mempermudah busa muncul.
Apalagi, aliran KBT yang surut menimbulkan efek terjunan air sehingga limbah yang melewati terjunan tersebut seolah diaduk dan menghasilkan busa.
"Itu bisa jadi karena memang air kali itu sudah mengandung detergen. Dan detergen kita memang detergen yang kuat. Jadi, begitu ada efek grojokan atau ada terjunan air itu memang dia menimbulkan buih," kata dia.
Tak hanya berasal dari Jakarta
Andono mengungkapkan, limbah yang masuk ke aliran KBT dan menimbulkan busa itu tidak sepenuhnya berasal dari Jakarta.
Melainkan juga dari Bekasi. Sebab, kata Andono, ada 5 saluran atau gorong-gorong yang berasal dari Bekasi yang masuk ke aliran KBT.
Baca juga: Busa di KBT Cibesel Disebabkan oleh Limbah Rumah Tangga dan Kegiatan Usaha
"Kalau KBT ini, saya sudah menelusuri gorong-gorong, yang masuk ke KBT ada 11 masukan (aliran) yang masuk. Nah, sebelah situ enggak semuanya DKI Jakarta. DKI Jakarta itu kalau enggak salah hanya 6, 5 lainnya dari Bekasi," ungkap dia.
"Karena itu kan sebetulnya secara geografis perbatasan DKI dan Bekasi. Jadi, ada bagian-bagian di mana itu bukan dari DKI. Tadi kan nanya apa dari Jaktim semua, enggak. 5 di antaranya dari Bekasi. Kita bisa tunjukan titik-titiknya sudah pernah kita survei," kata dia.
Mencari solusi
Saat ini, lanjut dia, pihak UPK Badan Air maupun Dinas Lingkungan Hidup sedang mengupayakan mengembalikan fungsi saluran KBT.
Salah satunya dengan membuat saluran khusus limbah.
"Nah, ke depannya limbah-limbah yang masuk ke gorong-gorong itu mesti ditangkap dengan saluran khusus limbah, dikumpulkan 1 tempat kemudian diolah. Ini saluran kemudian diolah," kata dia.
Ia mencontohkan, limbah dari rumah yang biasanya langsung dilepas ke sungai, nantinya akan masuk ke aliran yang disambungkan dengan pipa khusus limbah yang kemudian akan dialirkan ke tempat pengolahan terpusat.
Selain itu, dia menilai detergen yang saat ini umumnya digunakan masyarakat dan menyebabkan adanya busa di aliran tersebut, perlu diberikan standar oleh produsen agar lebih ramah lingkungan.
Baca juga: Efek Negatif yang Bisa Ditimbulkan dari Limbah Busa di KBT
"Gini, hulunya dari standar detergen, itu perlu kita perketat jadi yang ramah lingkungan. Kita enggak sadar bahwa selama ini memakai detergen yang akhirnya membuat perairan kita terbebani," imbuh dia.
Namun, mengenai standar detergen tersebut, haruslah diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Dari kementerian harus memberikan standar yang lebih ramah lingkungan. Industrinya harus kita paksa membuat detergennya lebih ramah lingkungan karena kan ada kontennya, orang industri kimia tahu," tutup Andono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.