JAKARTA, KOMPAS.com — Suparno (95) atau kerap disapa Mbah Parno mendapat hadiah rumah pada Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama Ke-73 tahun 2019, Jumat (4/1/2019) lalu.
Bantuan ini tak diberikan buat sembarang orang. Mbah Parno mendapat hadiah utama atas pengabdiannya selama 66 tahun di Masjid Istiqlal.
Kompas.com berbincang dengan Mbah Parno di rumahnya di Gang Mangga, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (5/1/2019). Selama puluhan tahun, Mbah Parno beserta anak dan cucunya menempati bangunan berukuran sekitar 2x5 meter tanpa kamar di gang itu.
"Rumah ini dulunya sewa, lama-lama sama yang punya tanah dibilang enggak usah bayar," ujar Parno, Sabtu.
Baca juga: Olah Air Limbah, Masjid Istiqlal Bisa Hemat Rp 2 Miliar untuk Air Bersih
Rumah itu, kata Mbah Parno, didirikannya sendiri di tanah milik orang. Pemiliknya memang meminta Mbah Parno membangun bedeng di situ untuk menjaga agar lahannya tak lagi jadi tempat pembuangan sampah. Dari rumah mungil inilah sehari-hari Mbah Parno berangkat untuk bekerja di Istiqlal.
Dari Boyolali ke Ibu Kota
Mbah Parno lahir di Boyolali, Jawa Tengah, sekitar tahun 1923, di tanggal yang ia tak tahu persis. Setelah remaja, Mbah Parno merantau ke Purwakarta sebagai kuli untuk truk pasir.
Hingga sekitar tahun 1952, Mbah Parno dan truk pasirnya menuju ke Jakarta melewati bekas Taman Wilhelmina yang berada di timur laut Lapangan Medan Merdeka. Di hamparan tanah luas itu, Mbah Parno melihat proyek.
"Saya nengok 'wah ada proyek nih', saya turun dan coba ikut. Kata mandornya 'silakan, ini proyek besar, butuh orang banyak sekali'," kenang Mbah Parno.
Mbah Parno pun bergabung sebagai kuli di proyek pembangunan masjid terbesar se-Asia Tenggara kala itu. Pekerjaannya melelahkan, namun ia tak merisaukan tempat tinggal sebab ia bisa tidur di proyek.
Sejak pemancangan tiang pertama oleh Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961, Mbah Parno telah berganti-ganti pekerjaan di Masjid Istiqlal. Mulai dari kuli, pelayan sang arsitek Frederich Silaban, hingga pengantar surat ketika masjid itu jadi.
"Namanya untuk menyambung hidup, apa saja saya lakukan yang penting kerja," kata Mbah Parno.
Mbah Parno menikah tak lama setelah Masjid Istiqlal rampung. Ia kemudian tinggal di Kemayoran dan punya lima anak.
Setiap hari, Mbah Parno jalan kaki dari rumahnya ke Masjid Istiqlal. Jalan kaki itu sudah menjadi kebiasaan dan terus dilakukan hingga saat ini.
"Saya enggak wajib datang, absen, sebenarnya. Sekarang cuma boleh datang seminggu sekali," kata Mbah Parno.