JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai Harapan digantungkan warga Kampung Apung, Cengkareng, Jakarta Barat kepada siapa pun calon presiden yang terpilih dalam Pemilu 17 April 2019 mendatang.
Warga bernama Lina (39) misalnya, ia berharap fasilitas mandi cuci kakus (MCK) di Kampung Apung ditambah.
Lina lahir dan besar di Kampung Apung yang semula bernama Kampung Teko itu.
Dinamakan Kampung Apung karena kawasan seluas 3 hektar dan dihuni 200 kepala keluarga (KK) itu terendam air seolah-olah mengapung.
Pada tahun 1988, ada pembangunan kompleks pergudangan dari pihak pengembang di sekitar Kampung Apung.
Karena pembangunan itu, daerah resapan air untuk irigasi sawah produktif milik warga dan saluran air menuju Kali Angke harus ditimbun.
Akibatnya, perkampungan warga digenangi air secara perlahan.
Lina menyebutkan, warga Kampung Apung memang mengalami kesulitan dalam fasilitas MCK, terutama bagi warga-warga yang kurang mampu.
Hanya ada satu kamar mandi umum yang ada di sekitar lokasi pemukiman mereka sehingga warga harus mengantre panjang setiap paginya.
Baca juga: Curhat Warga Kampung Apung yang Puluhan Tahun Tinggal di Atas Genangan Air...
Lina pun berharap agar presiden terpilih bisa menemukan solusi air bersih yang selama ini jadi masalah mereka.
"Pengen dicariin solusi air bersih, soalnya air kita kuning dan bau, PAM enggak bisa masuk, galian sama saja, kalau pendatang gatal-gatal kali ya, kita karena sudah biasa aja," ujar Lina.
Saat Kompas.com berkunjung ke mushala di tengah kampung, air yang keluar dari keran memang mengeluarkan bau tidak sedap.
Airnya sedikit kuning dan meninggalkan rasa sedikit lengket saat terkena kulit.
Lina juga berharap agar presiden yang terpilih nantinya memperhatikan nasib kaum disabilitas yang ada di kampung tersebut.
Hal itu disampaikan Lina lantaran anaknya memiliki down syndrome. Ia mengeluh, beberapa bulan terakhir sulit meminta rujukan ke rumah sakit untuk terapi menggunakan BPJS.
"Di oper-oper, kalau yang sehat enggak apa-apa, tetapi kalau yang disabilitas kan kasihan," kata Lina, Rabu (10/4/2019).
"Ya syukur-syukur ada program bedah rumah, lihat ini rumah saya sudah tidak layak, apa lagi ini lantai papan kena air terus kan kita enggak tahu kapan akan amblas," ujar Aisyah.
Rumah Aisyah terbuat dari rangkaian balok kayu dan tripleks tua yang sudah mengelupas.
Bahkan, di samping jendela rumahnya, terlihat lubang berdiameter kurang lebih 20 sentimeter. Sementara itu, lantai rumah Aisyah terbuat dari susunan papan kayu.
Biasanya, warga yang punya uang akan mengganti kayu-kayu lantai rumah mereka rutin setiap tahunnya.
Namun, bagi Aisyah yang ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai satpam, mengganti lantai secara rutin itu tak mungkin.
"Terus kalau bisa dibikinin jalan baru kasihan anak-anak kalau mau ke sekolah harus muter ke jalan raya ngeri juga kalau keserempet," kata dia.
Baca juga: Melihat Semangat Anak-anak Muda di Kampung Apung...
Akses jalan kampung Apung terbilang cukup sempit.
Jalan kampung ini terbuat dari semen dengan lebar 1,5 meter tanpa pagar pembatas mengubungkan kampung yang dikelilingi air tersebut dengan Jalan Kapuk Raya.
Hanya ada dua jalan masuk dan keluar kampung tersebut.
Saat keluar gang pun warga akan berhadapan langsung dengan truk-truk besar yang melewati jalan tersebut karena tidak ada trotoar bagi pejalan kaki.
"Ya mudah-mudahan siapa pun presidennya, kampung ini bisa jadi lebih baiklah," ucap Aisyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.