Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Kampung Kerang Hijau, Berjuang di antara Limbah dan Reklamasi

Kompas.com - 04/07/2019, 20:42 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -  Di atas tanah yang ditutupi ribuan cangkang kerang terlihat belasan ibu-ibu duduk di kursi kayu berukuran mini.

Mereka duduk secara berkelompok, mengelilingi gundukan kerang-kerang yang tampak basah, tanda belum lama diangkat dari perairan.

Tanpa banyak bicara antara satu dengan yang lain, tangan mereka terus bergerak mengeluarkan daging-daging dari kerang bercangkang hijau. Daging itu dimasukkan ke dalam sebuah jeriken yang di buka bagian tengahnya.

Setiap mereka bergerak terdengar bunyi krek dari cangkang rapuh yang mereka himpit di bawah kursi pecah.

Suasana itulah yang tergambar saat berkunjung ke Kampung Kerang Hijau, Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara. Kawasan ini merupakan sentra pengolahan kerang hijau yang ada di bibir pantai utara Jakarta.

Sarinah (43) salah seorang pengupas kerang hijau di lokasi tersebut mengaku sudah berpuluh tahun menggeluti pekerjaan ini.

Baca juga: Penjelasan Ahli soal Kerang Hijau Teluk Jakarta yang Berbahaya

"Udah lama banget, udah berapa tahun gitu dari anak saya kecil dulu sekarang anaknya udah 19 tahun," kata Sarinah saat ditemui Kompas.com, Kamis (4/7/2019) sore.

Puluhan tahun bekerja sebagai buruh pengupas kerang ia merasa bahwa pendapatannya terus menurun. Bahkan saat ini kegiatan tersebut tak bisa lagi disebutnya sebagai profesi, melainkan hanya sebatas pengisi waktu segang.

Sejatinya, kata Sarinah, upah mereka saat ini jauh lebih tinggi ketimbang saat ia baru bekerja sebagai buruh pengupas kerang.

"Ngitung (upah)-nya sesuai rebusan, satu tong (ukuran 22 liter) dapat Rp 30.000. Kalau dulu banget sih murah paling Rp 7.000, Rp 8.000 per satu tong," ucapnya.

Namun, jumlah kerang hijau yang dipanen para nelayan saat ini jauh lebih sedikit dibanding dulu.

Sebagai perbandingan, dulu setiap harinya Sarinah bisa mulai mengupas kerang dari pukul 03.00 dini hari hingga pukul 00.00 WIB. Sekarang, ia biasa mulai dari pukul 11.00 WIB dan selesai saat Maghrib.

Panen kerang hijau saat ini tidak dilakukan setiap hari oleh nelayan. Bahkan ia pernah merasakan tidak mengupas kerang selama dua bulan karena tak ada kerang yang di panen.

"Kalau dulu tiap hari sih ada, belum selesai ada lagi datang, sekarang mah boro-boro," ujarnya.

Selain sedikitnya jumlah panen kerang saat ini, ia juga menyebutkan bahwa ukuran kerang saat ini cendrung kecil-kecil. Hal itu membuat ia harus bekerja ekstra untuk memenuhi tong yang sudah disedikan pemilik usaha kerang hijau tersebut.

Suyatmi (50) yang duduk di sebelah Sarinah juga bercerita bahwa dulu mereka bisa mengupas sekurang-kurangnya tiga sampai lima tong kerang dalam sehari.

Baca juga: Bahaya Kerang Hijau dari Teluk Jakarta dan Nasib Nelayan

"Kalau sekarang mah paling satu, bisa dua itu udah syukur," ucapnya.

Ia juga menuturkan, kondisi tersebut mulai mereka rasakan saat adanya pembangunan pulau reklamasi.

Keluhan-keluhan itu tak hanya dirasakan oleh mereka yang di darat. Para nelayan Muara Angke yang membudidayakan kerang hijau juga merasakan sulitnya mencari uang dari usahanya.

Salah satunya disebutkan oleh Tasdi (40). Ia menceritakan bahwa sebelum adanya reklamasi para nelayan sangat senang membudidayakan kerang hijau.

Selain kualitas dari kerang yang jauh lebih baik, pertumbuhan kerang hijau pun terbilang sangat cepat.

"Sekarang dampak limbah itu, reklamasi juga termasuk, nelayan-nelayan pada takut, belum terlalu besar udah diambil, soalnya kalau nunggu besar ntar tahu-tahu udah mati," tutur Tasdi.

Baca juga: Kerang Hijau Teluk Jakarta Mengandung Logam Berat dan Diberi Pewarna Non-pangan

Untuk membudidayakan kerang hijau para nelayan membutuhkan beberapa bilah bambu yang ditancapkan ke dasar laut sebagai tempat tumbuhnya kerang hijau.

"Nah kalau tiba-tiba kena limbah terus mati, kan sayang modalnya, makanya udah pada sedikit yang mau main kerang hijau," kata dia.

Berbagai pihak mulai dari mahasiswa, wartawan, hingga aktivis-aktivis telah berulangkali datang dengan niat membantu. Namun, hingga saat ini belum ada yang benar-benar bisa mengembalikan kesenangan mereka ketika melaut seperti sedia kala.

"Yah sekarang sih jalani aja udah, gimana ke depannya," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Penjelasan Pemprov DKI Soal Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Kebakaran Tempat Agen Gas dan Air di Depok, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Banyak Warga Berbohong: Mengaku Masih Tinggal di Jakarta, padahal Sudah Pindah

Megapolitan
Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Pendaftaran PPK Pilkada 2024 Dibuka untuk Umum, Mantan Petugas Saat Pilpres Tak Otomatis Diterima

Megapolitan
Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Asesmen Diterima, Polisi Kirim Chandrika Chika dkk ke Lido untuk Direhabilitasi

Megapolitan
Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Selain ke PDI-P, Pasangan Petahana Benyamin-Pilar Daftar ke Demokrat dan PKB untuk Pilkada Tangsel

Megapolitan
Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Polisi Pastikan Kondisi Jasad Wanita Dalam Koper di Cikarang Masih Utuh

Megapolitan
Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Megapolitan
Heru Budi Harap 'Groundbreaking' MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Heru Budi Harap "Groundbreaking" MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Megapolitan
Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com