"Terdakwa didakwa dengan Pasal 340 KUHP dan Pasal 363 KUHP, dakwaan kumulatif karena ada fakta juga setelah membunuh, dia mengambil barang-barang milik korban," ujar JPU Fariz Rachman saat membacakan surat dakwaannya.
Usai pemeriksaan para saksi dan terdakwa, Harris kemudian dituntut mati.
"Memohon majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harry Aris Sandigon alias Harris alias Ari dengan pidana mati dan dengan perintah agar terdakwa tetap berada dalam tahanan," kata Fariz di PN Bekasi kala itu.
Dalam agenda sidang berikutnya, yakni pembacaan nota pembelaan atau pleidoi, Harris tak kuasa membendung air matanya.
Ia berharap majelis hakim tak mengabulkan tuntutan JPU sembari berjanji akan memperbaiki hidupnya apabila diberi kesempatan hidup.
"Saya mohon kepada majelis hakim untuk memberikan saya kesempatan hidup untuk memperbaiki kehidupan saya. Ketika saya diberikan kesempatan, saya akan berbuat terbaik dan sebaik-baiknya bagi bangsa dan kehidupan bermasyarakat," kata Harris, Senin (3/7/2019).
Dia mengaku pembunuhan keluarga Daperum Nainggolan bukan sesuatu yang direncanakan, melainkan tak mampu mengendalikan diri akibat sakit hati.
"Baru saja mau rebahan, abang saya (Daperum) langsung membentak saya, ‘Hei mau ngapain kamu, sana di belakang duduk, saya mau nonton TV dulu, sana kamu di belakang, kayak sampah saja juga kamu sama seperti orangtuamu’," ujar Harris membacakan nota pembelaannya dan meniru ucapan Daperum saat itu.
Dia juga menceritakan ulang kronologi pada malam kelam di Pondok Melati.
Namun, JPU tak menerima pleidoi tersebut dan tetap pada pendirian bahwa Harris membunuh keluarga Daperum secara berencana.
"Bahwa terdakwa mengambil handphone milik korban agar jejaknya tidak diketahui, kemudian mengambil uang sejumlah Rp 2 juta lalu menggunakan mobil milik korban untuk melarikan diri, dilanjutkan membuang linggis yang digunakan untuk membunuh korban, adalah cara-cara untuk menyembunyikan perbuatannya yang telah dipikirkan secara matang," kata Fariz dalam sidang pembacaan replik, Rabu (3/7/2019).
Pada kesempatan terakhir, tim kuasa hukum Harris melancarkan upaya pamungkas untuk membebaskan Harris dari tuntutan mati.
Sambil membantah dalil-dalil JPU yang dianggap lemah, kuasa hukum Harris berbicara soal otoritas sesama manusia dalam hal menentukan kematian manusia lain.
"Pembunuhan berlangsung seketika, tanpa jeda waktu, dalam keadaan tidak tenang. Bahkan, dalam keadaan kekacauan berpikir, karena setelah melakukan semua proses pembunuhan, terdakwa kemudian merenungkan perbuatannya dan tidak habis pikir kenapa terdakwa bisa melakukan perbuatan tersebut," kata Alam Simamora, kuasa hukum Harris, dalam sidang pembacaan duplik, Senin (8/7/2019).
Ia pun mengutip pendapat ahli hukum mengenai prakondisi pembunuhan berencana yang menurut dia, tidak terjadi dalam diri Harris saat membunuh keluarga Daperum Nainggolan.
"Apakah kita sebagai sesama manusia berhak mencabut nyawa manusia yang membunuh tersebut? Dosa tidak boleh dibalas dengan dosa," imbuh Alam.
Sidang terakhir sebelum pembacaan vonis oleh majelis hakim dua pekan mendatang itu kemudian berakhir. Dengan tangan diborgol, Harris kembali ke sel tahanannya di PN Bekasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.