KOMPAS.com - Asal-usul nama Betawi punya berbagai versi. Ada yang mengatakan betawi bermula dari perang antara tentara Belanda dan tentara Mataram yang menggunakan tahi. Ujaran "mambet (bau) tahi" kemudian dipelesetkan menjadi "Betawi".
Namun, benarkah demikian?
"Cerita itu lebih banyak story ketimbang history," kata sejarawan Betawi JJ Rizal kepada Kompas.com, Kamis (11/7/2019).
Baca juga: Asal-usul Kata Betawi, Strategi Tahi Pasukan Belanda yang Heroik
Seperti diketahui, tentara Mataram berusaha merebut Batavia dari tangan Belanda pada 1628 dan 1629. Karena kalah di serangan pertama, tentara Mataram menyerang kembali dan membuat repot tentara Belanda.
Kala itu, benteng Maagdelijn yang letaknya di sudut tenggara kota dikepung dan dihujani meriam dan api. Pasukan Mataram juga menyeberangi parit dan menaiki tembok benteng dengan menggunakan tangga dan tali rotan.
Di benteng tersebut, serdadu Belanda tersisa 15 orang tanpa sebutir peluru. Mereka gemetaran dan sangat takut. Dalam situasi terjepit itu, salah seorang tentara Belanda tiba-tiba mendapat ide.
Ia berlari mengambil tahu dengan sebuah panci dan menumpahkannya ke bawah ke arah tentara Mataram. Kotoran itu pun menimpa kepala, muka, dan bahkan menempel di sebagian tubuh pasukan penyerang.
Langkah itu segera ditiru tentara Belanda lain. Mereka mengambil tahi entah dari mana lalu melemparnya ke pihak musuh.
Lantaran tidak tahan dengan baunya, bala tentara Mataram berusaha menghindari dan lari kocar-kacir.
"Mambet (bau) tahi! Mambet tahi!," teriak mereka sambil berlari. Konon, dari teriakan itulah kemudian muncul istilah sekaligus lahirnya kata "Betawi".
Menurut JJ, cerita ini kemudian dipopulerkan oleh banyak orang termasuk Sir Thomas Stamford Bingley Raffles yang dulu pernah menjadi Gubernur-Letnan Hindia Belanda.
"Jadi populer lalu dianggap sebagai kebenaran sejarah karena dikutip oleh Raffles, sementara itu juga menjadi bagian dari cerita pertunjukan teater tradisi, seperti ketoprak," ujar JJ.
Menurut JJ, sebelum pertempuran itu, nama Betawi sudah ada. Beberapa sumber lokal telah menggunakan sebutan Betawi. Betawi kerap ditulis sebagai transliterasi Batavia.
Lidah masyarakat lokal kesulitan menyebut kata Batavia, lalu meluncurlah kata Betawi yang lebih mudah diucapkan.
Sementara, kata Batavia yang disematkan Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen pada 1619 menggantikan nama Sunda Kelapa merujuk pada sebuah wilayah bernama Batavia di era Romawi. Wilayah itu berada di sekitar kota Nijmegen, Sekarang wilayah itu disebut Betuwe.